Kabar24.com, JAKARTA — Setelah lama tak ada kabar dan laporan terkait dengan kerja Panitia Khusus Angket tentang Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, keberadaan alat kerja DPR itu kembali hadir dengan memberikan rekomendasi di Rapat Paripurna pada Selasa (25/7/2019).
Dalam keterangan resminya, Pansus Angket Pelindo II menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo untuk menggunakan hak prerogatif mencopot Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
Ketua Pansus Angket Pelindo II yang juga politisi PDI Perjuangan Rieke Dyah Pitaloka saat memberikan laporan menyampaikan bahwa Pansus menemukan fakta Menteri BUMN dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar peraturan perundanga-undangan.
“Oleh karena itu Pansus merekomendasikan kepada Presiden untuk menggunakan hak prerogatifnya untuk memberhentikan Menteri BUMN, Rini Soemarno,” ujar Rieke dalam Laporan Pansus Tahap Kedua Pansus Angket DPR RI tentang Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.
Dari rekomendasi tersebut Pimpinan DPR RI telah mengirimkan surat No.PW/19398/DPR RI/XII/2015 pada18 Desember 2015 kepada Presiden RI bahwa Menteri Negara BUMN tidak diperbolehkan melakukan rapat kerja di DPR RI.
Selain itu surat No. PW/19400/DPR RI/XII/2015 kepada Pimpinan Komisi VI DPR RI bahwa tidak diperbolehkan melakukan rapat kerja dengan Menteri Negara BUMN termasuk Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebelumnya Pansus merekomendasikan kepada Meneg BUMN untuk segera memberhentikan Direktur Utama (Dirut) PT. Pelindo II, RJ Lino.
Hal itu tidak juga dilakukan Meneg BUMN, namum pada 18 Desember 2015 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI telah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka dengan dugaan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan quay container crane dan diberhentikan dari posisinya sebagai Dirut PT Pelindo II pada 23 Desember 2015.
Berdasarkan penyelidikan Pansus Pelindo II DPR, Perpanjangan Kerja Sama Pengelolaan dan Pengoperasian PT Jakarta International Container Terminal (JICT) pada 2015-2038 antara Pelindo II dan Hutchison Port Holdings (HPH) tidak melalui Proses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terindikasi merugikan negara dengan menguntungkan pihak asing.
Hal ini sesuai dengan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bahwa pengelolaan dan pengoperasian PT JICT oleh HPH terindikasi melanggar hukum dan merugikan Negara hingga Rp4,08 triliun. Selain itu telah terjadi strategic transfer pricing pada kontrak Pelindo II dan HPH 1999-2019.
Pansus Pelindo II DPR RI juga menemukan bahwa Deutsche Bank ditunjuk sebagai financial advisor PT Pelindo II untuk melakukan perhitungan valuasi perpanjangan kerjasma pengelolaan dan pengoperasian PT JICT sedangkan Deutsche Bank juga bertindak sebagai kreditur atau pemberi pinjaman kepada PT Pelindo II.
Hal ini menunjujkan Indikasi adanya conflict of interest dan diduga Deutsche Bank melakukan financial engineering yang berdampak pada adanya kerugian Negara