Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Amnesty International Indonesia mengungkap sejumlah sebab adanya dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat Aksi 21 dan 22 Mei 2019.
Manajer Riset Amnesty Internasional Indonesia Papang Hidayat mengatakan, ada kemungkinan kekerasan dilakukan sejumlah aparat kepolisian karena pengaruh psikologis. Saat Aksi 21-22 Mei 2019 aparat kepolisian memang ditugaskan menjaga sejumlah wilayah di DKI Jakarta tanpa jeda.
"Mungkin begitu ada efek psikologis seharian bertugas," kata Papang di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (10/7/2019).
Selain efek psikologis, Amnesty International Indonesia juga menduga kekerasan dilakukan oleh sejumlah polisi karena adanya agenda reformasi institusional Polri yang belum tuntas hingga kini.
Papang menyebut hingga kini belum ada mekanisme eksternal yang bekerja dengan independen untuk merespon dugaan-dugaan pelanggaran aparat kepolisian saat bertugas. Ketiadaan mekanisme itu membuat aparat kurang memiliki rasa takut jika melakukan kesalahan.
"Beda di beberapa negara maju kalau ada pelanggaran HAM serius seperti tahanan meninggal di dalam tahanan kepolisian, atau dugaan penyiksaan, itu harus ditangani lembaga eksternal. Temuan itu harus bisa dibawa ke proses penuntutan ke pengadilan," ujarnya.
Baca Juga
Dalam kunjungannya ke kantor Ombudsman RI, Amnesty Internasional menyerahkan beberapa video dan hasil investigasi mereka atas dugaan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian pada aksi 21-22 Mei 2019 di Jakarta.
Hasil investigasi yang diberikan Amnesty Internasional adalah sama dengan konten yang mereka bawa saat menyambangi Mabes Polri dan Kantor Komnas HAM, Senin (8/7). Mereka menyerahkan hasil investigasi ke ORI karena lembaga itu dianggap akan melakukan kajian-kajian terkait Aksi 21-22 Mei 2019.