Bisnis.com, JAKARTA – Literasi bagi masyarakat tentang bahaya perdagangan orang (human trafficking) dianggap penting untuk digencarkan.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan kebutuhan akan literasi menjadi penting karena saat ini makin banyak modus perdagangan orang dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Agar tidak banyak anak yang menjadi korban perdagangan orang, lanjutnya, pendidikan terhadap masyarakat terkait masalah ini harus digencarkan.
“Di era digital ini banyak komunikasi yang mengarah ke tindakan trafficking. Artinya, literasi ini merupakan kebutuhan mendasar. Semakin banyak masyarakat mendengungkan literasi antitrafficking tentu semakin baik,” ujar Susanto di Jakarta pada Selasa (9/7/2019).
Indonesia disebut sebagai salah satu negara tujuan para pelaku perdagangan orang. Salah satu penyebab maraknya praktik perdagangan orang di Indonesia adalah karena rendahnya pemahaman masyarakat terhadap bahaya dari human trafficking.
Masyarakat juga banyak yang menjadi korban perdagangan orang karena terjebak kondisi ekonomi yang sulit. Akibat kondisi ekonomi itu, tak sedikit masyarakat yang memilih untuk pergi ke luar negeri untuk bekerja. Padahal, belum tentu di luar negeri mereka benar akan mendapatkan pekerjaan seperti yang dijanjikan.
“Terjadi beberapa kasus [perdagangan orang] yang awalnya modusnya ke kota perlahan bergeser ke desa-desa karena di desa dianggap relatif aman. Ini persoalan serius, karenanya edukasi diperlukan,” tutur Susanto.
Berdasarkan data International Organization for Migration (IOM), ada 8.876 orang yang menjadi korban perdagangan korban di Indonesia selama 2015 hingga 2017.
Kemudian, menurut perkiraan United Nations Children's Fund (Unicef) terdapat 100.000 perempuan dan anak di Indonesia yang diperdagangkan setiap tahun untuk eksploitasi seksual di dalam dan luar negeri.
Dalam Laporan Tahunan Perdagangan Orang 2018 yang dirilis Pemerintah Amerika Serikat, disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia belum memiliki data komprehensif mengenai korban perdagangan orang selama ini. Akan tetapi, Pemerintah RI disebut sudah mengidentifikasi 5.801 korban perdagangan orang dari Indonesia.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa KPAI telah mengindentifikasi keberadaan 293 anak yang diduga sebagai korban perdagangan orang.
Kemudian, laporan yang sama menyebut sistem pengaduan di Pusat Krisis milik Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menerima 4.475 pengaduan dari pekerja yang ditempatkan di luar negeri, termasuk 71 kasus perdagangan orang dan 2.430 kasus yang memiliki indikator perdagangan orang.
“Seluruh provinsi di Indonesia merupakan daerah asal sekaligus tujuan perdagangan orang. Pemerintah memperkirakan sekitar 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri—kebanyakan dari mereka adalah perempuan—tidak memiliki dokumen atau telah tinggal melewati batas izin tinggal,” tulis laporan itu seperti dikutip dari situs Kedubes Amerika Serikat di Jakarta.