Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengungkapkan bahwa dirinya dan keluarganya tak dendam pada pihak yang merencanakan pembunuhan atas dirinya.
Hal itu diungkapkan Yunarto lewat akun Twitter @yunartowijaya pada Selasa (11/6/2019). Yunarto juga menulis bahwa dirinya tidak dendam pada eksekutor yang akan membunuh dirinya.
Sama seperti yg pernah saya tulis, sudah tak ada dendam lagi dari saya & keluarga baik buat yg jadi perencana ataupun eksekutor... Dari situasi2 seperti ini saya belajar ttg apa itu kasih, termasuk ketika bisa maafkan yg memusuhi kita.. Ayo terus mencintai Indonesia...
— Yunarto Wijaya (@yunartowijaya) June 11, 2019
Yunarto Wijaya adalah pimpinan Charta Politika, lembaga survei dan juga lembaga quick count Pilpres 2019. Nama Yunarto Wijaya menjadi target pembunuhan diungkap oleh tersangka kasus makar, Irwansyah alias HK yang mengaku mendapat pesan atau perintah dari tersangka KZ.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Yunarto Wijaya pernah melaporkan 5 akun media sosial yang telah menyebarkan chatting palsu antara dirinya dengan seorang jenderal untuk memalsukan hasil quick count agar seolah-olah dimenangkan paslon nomor urut 01 pada Pilpres 2019.
Pemilik akun media sosial Twitter yang dipolisikan Yunarto adalah @silvy_Riau02, @sofia_ardani, @sarah ahmad, @rif_opposite dan satu pemilik akun Facebook dengan nama akun Ahmad Mukti Tomo.
Baca Juga
Yunarto menjelaskan kelima akun media sosial itu telah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri dengan nomor laporan LP/B/0382/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 14 April 2019.
Menurut Yunarto, dia dan penasihat hukum sebenarnya sudah memasukkan laporan itu sejak 14 April 2019 lalu, namun masih kurang syarat materil dan formilnya, sehingga hari ini kekurangan itu dilengkapi agar laporan dapat diterima dan ditindaklanjuti.
Dia menjelaskan sejak chat palsu tersebut viral di media sosial, dirinya seringkali mendapatkan teror melalui sosial media dan Whatsapp, pasalnya si pelaku juga menyebarkan nomor pribadi Yunarto hingga viral di media sosial.
"Isi chatnya beragam, ada yang melaknat, tidak percaya dengan quick count, quick count palsu, quick count abal-abal, quick count yang dibayar, tadi pagi bahkan ada yang chat saya mau diserang sniper [penembak jitu]," katanya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Charta Politika Indonesia menjadi pihak yang paling banyak mendapatkan teror atas ketidakpercayaan publik terhadap lembaga survei yang menyediakan data quick count.
Padahal, dia mengatakan bahwa Charta Politika Indonesia tetap netral pada Pilpres 2019 dan Persepi juga sudah membuka data dan dana Charta Politika Indonesia.
Kelima akun media sosial tersebut akan dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.