Bisnis.com, BANGLI — Namanya Lion, rambut putihnya yang tampak lembut, menyapa setiap pendaki Bukit Bubung Gede, kawasan Gunung Batur, Kintamani, Bangli.
Sayangnya, tak semua pelancong bisa berdekat-dekatan dengan Lion. Terutama bagi umat muslim, akibat terpatri pada salah satu ketentuan hukum fikih bahwa liur anjing termasuk najis.
Padahal, Lion sendiri tampak tak membeda-bedakan tiap manusia yang dilihatnya. Entah itu warga lokal, pelancong domestik maupun mancanegara, atau Tim Jelajah Lebaran Bisnis Indonesia ketika berkunjung ke puncak Bubung Gede, Selasa (4/6/2019).
Anjing ras Kintamani yang telah mendapat sertifikat pengakuan sebagai anjing ras dunia oleh Federation Cynologique International (FCI) pada April 2019, dan diyakini sebagai anjing kuno (Ancient Dog) yang telah hidup ratusan tahun ini, Lion sungguh memperlihatkan gestur bersahabat.
"Kedekatan [anjing Kintamani dengan manusia] bisa dibilang sangat dekat. Bahkan di sini, bisa selalu menjadi penjaga rumah warga," ujar I Wayan Juliawan Edi S, Ketua Kaldera Jeep Adventure yang mengantar Tim Jelajah Lebaran Bisnis Indonesia ke lokasi wisata.
Benar saja, Lion tak segan-segan mendekat, berguling, dan bermanja-manja dengan setiap pelancong yang tengah menunggu sunrise di puncak Bubung Gede. Bahkan, kepada salah satu reporter Tim Jelajah Lebaran Bisnis Indonesia yang seorang muslim, yang sebelumnya tampak ragu dan takut-takut untuk membelainya.
(Lion, seekor anjing ras Kintamani dengan ramah menemani salah satu anggota Tim Jelajah Lebaran Jawa-Bali Bisnis Indonesia di Bukit Bubung Gede, kawasan Gunung Batur, Kintamani, Bangli/Bisnis-Ni Putu Eka Wiratmini)
Menurut Wayan, sifat itulah yang membuat anjing ras Kintamani hingga kini banyak dicari orang. Bahkan, harganya kian mahal, bukan hanya sebab bulu dan tubuhnya yang indah, tetapi juga akibat populasinya yang makin sedikit.
Tampaknya tak perlu memiliki salah satu Anjing Kintamani pun rasanya sudah menyenangkan, ketika bisa melihat mereka berkembang, berkeliaran bebas di Pulau Bali, kemudian menyapa mereka ketika berkunjung lagi.
Bisa melihat dan bercengkrama dengan Lion di akhir Bulan Ramadan ini mengingatkan Bisnis pada salah satu pemikiran KH Ahmad Mustofa Bisri, tokoh NU, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, yang juga penyair dan penulis kolom.
Salah satu cerita pendek beliau berjudul Gus Muslih, bercerita tentang seorang kiai yang rela dicap buruk oleh pengikutnya, akibat menolong dan merawat seekor anjing yang terluka di rumahnya.
Pada akhirnya, senada dengan kisah tersebut, Gus Muslih dan Lion berhasil membuat Bisnis belajar bahwa kita tak bisa memilih terlahir sebagai makhluk Tuhan seperti apa. Tetapi, kita bisa memilih untuk berlaku baik pada setiap makhluk Tuhan di muka bumi.
Seperti ungkapan Gus Muslih dalam cerpen tersebut:
Aku sedih ternyata Ramadan masih belum sebenarnya berpengaruh hingga ke sanubari kaum muslimin. Banyak yang seperti merayakan kemenangan kosong.
Setiap saat, khususnya pada Ramadan kemarin, mereka selalu membaca basmalah, Bismillahirrahmanirrahim, menyebut asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang; namun bukan saja tidak tertulari kasih sayang-Nya, malahan banyak yang masih memelihara kebencian setan.
Mestinya Syawal ini, mereka menjadi segar kembali sebagai manusia seperti pemimpin agung mereka Nabi Muhammad Saw yang selalu mencontohkan kasih-sayang kepada sekalian alam.
Tim Jelajah Jawa Bali 2019 (Rayful Mudassir, Aziz Rahardyan, Mutiara Nabila, Wibi Pratama, Ni Putu Eka Wiratmini).