Kabar24.com, JAKARTA — PT Mandiri Finance Indonesia (MFI) mampu lolos dari jeratan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Perusahaan finansial itu dalam agenda pemungutan suara atau voting, pada Selasa (21/5/2019) berakhir dengan homologasi perdamaian. Para kreditur seluruhnya separatis (pemegang jaminan) dan konkuren (tanpa jaminan) menerima perjanjian perdamaian dari PT Mandiri Finance Indonesia (MFI).
Pengurus PKPU PT MFI Daniel Alfredo mengatakan bahwa para kreditur berpendapat menerima perjanjian perdamaian PT MFI karena karena bisnis dari debitur masih berjalan dan dengan demikian bisa membayar utang kepada kreditur.
"Usaha debitur ini masih bagus untuk berjalan dan kreditur setuju dengan program restrukturisasi yang ditawarkan debitor. Apalagi mengingat sudah beberapa kali revisi proposal mencakup keinginan debitor dengan masukan-masukan kreditor [diakomodir]," kata Daniel kepada Bisnis, Rabu (22/5/2019).
Dia mengatakan, setelah agenda pemungutan suara yang menyatakan homologasi perdamaian maka agenda selanjutnya penetapan perdamaian oleh majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Jumat, 24 Mei 2019.
Terpisah, kuasa hukum debitur Dida Hardiansyah mengatakan, pihaknya prinsipal berjanji untuk menjalani homologasi perdamaian dengan membayar utang-utangnya kepada seluruh kreditur. Dia berterimakasih kepada kreditur separatis dan konkuren yang semua menyetujui berdamai.
Dida menjelaskan, untuk membayar utang maka pemegang saham debitur berkomitmen untuk menyuntikkan sejumlah modal sebagai dana modal kerja baik secara langsung maupun melakui kehadiran investor.
"[Dana] masuk sebanyak Rp50 miliar wajib masuk selambat-lambatnya 1 tahun semenjak tanggal efektif dan sebesar Rp150 miliar selambatnya 2 tahun semenjak tanggal efektif. Debitur akan terus mencari pihak yang akan membantu debitur untuk menyediakan modal kerja," kata dia.
Menurutnya, dana yang akan digunakan sebagai modal kerja dapat diperoleh dari harta pribadi para pemilik pemegang saham ataupun hasil penjualan aset-aset non operasional yang tidak dijaminkan kepada para kreditur bank ataupun melalui penerbitan saham baru kepada investor.
Sebelumnya, MFI berharap bisa berdamai dengan krediturnya karena pemasukan perusahaan tergantung dari industri tambang batubara dan tahun ini kondisi sektor tersebut mulai membaik karena nasabah MFI didominasi para pengusaha alat angkut berat.
Kuasa hukum PT MFI lainnya, Aji Wijaya mengatakan, tidak memungkiri MFI terbelenggu PKPU karena salah faktor penyebab kredit macetnya di dalam portofolio MFI adalah penyaluran pembiayaan untuk truk-truk pendukung bisnis tambang batu bara.
Aji mengatakan, perusahaan juga sudah memulai mengumpulkan tagihan piutang dan nilai tagihan tersebut diproyeksikan masuk ke dalam proposal perdamaian sebagai pembayaran utang kepada para kreditur.
Perkara PKPU menimpa PT MFI bermula ketika perusahaan ini dimohonkan oleh diajukan oleh Bank Oke Indonesia, dulu barnama PT Bank Andara dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada 28 Januari 2019.
Bank Oke Indonesia memiliki tagihan piutang sebesar Rp65,79 miliar yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Adapun rincian mencakup a.l; outstanding pokok Rp31,01 miliar, tunggakan bunga Rp2,83 miliar, denda tunggakan pokok dan bunga Rp31,94 miliar.
Utang ini terkait fasilitas kredit modal kerja (KMK) non revolving I dan fasilitas KMK non revolving tahap II berlangsung pada 13 Februari 2017.
Selain Bank Oke Indonesia, kreditur lain Bank BJB menggengam piutang mencapai Rp37,59 miliar. Dengan rincian baki debet senilai Rp32,622 miliar, tunggakan bank Rp4,91 miliar, dan denda Rp65,78 juta.
Dalam perjalanan waktu, verifikasi tagihan utang PT MFI mencapai Rp906,27 miliar yang tersebar di 9 kreditur separatis dengan tagihan piutang sebanyak Rp885,43 miliar dan kreditur konkuren memegang tagihan sebanyak Rp20,83 miliar.
Semenjak diputuskan PKPU pada 28 Januari 2019 lalu, PT MFI telah menjalani masa PKPU selama 118 hari dari total masa PKPU selama 270 hari berdasarkan UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Adapun kreditur separatis yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk dengan tagihan Rp202,56 miliar, PT Bank Permata Tbk Rp190,32 miliar, PT Bank Mandiri Tbk Rp137,79 miliar, PT Bank Resona Perdania Rp91,94 miliar, PT Bank ICBC Indonesia Rp78,60 miliar.
Selanjutnya, PT Bank Oke Indonesia Rp69,97 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk Rp38,87 miliar, dan PT Bank Sahabat Sampoerna Rp37,34 miliar.
Sementara itu, kreditur konkuren adalah PT Karya Semesta Investama Rp9,18 miliar, PT Global Mandiri Autonusa Rp6,49 miliar, PT Bahana Auto Mandiri Rp1,47 miliar, PT Makmur Auto Mandiri Rp1,10 miliar, PT Sarana Auto Mandiri Rp998 juta, PT Bahana Makmur Mandiri Rp964,40 juta, dan PT Global Indo Trada Rp617,42 juta.