Kabar24.com, JAKARTA — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan dua sertifikat hak pakai pada Taman BMW, milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dengan keputusan itu, PT Buana Permata Hijau selaku penggugat meminta agar proses pembangunan Jakarta International Stadium yang tengah berlangsung, segera dihentikan karena dapat dianggap sebagai perbuatan ilegal.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan di PTUN Jakarta, Selasa (14/5/2019), majelis hakim yang terdiri dari Susilowati Siahaan, Baiq Yuliani dan Edi Septa Surharza menyatakan bahwa eksepsi yang diajukan oleh tergugat, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara dan tergugat II intervensi, Pemprov DKI, tidak dapat diterima.
Adapun eksepsi yang diajukan dalam rangkaian persidangan sebelumnya menyinggung soal kompetensi absolut PTUN menyidangkan perkara tersebut, serta gugatan melampaui tenggang waktu 90 hari.
Majelis menilai bahwa PTUN memiliki kewenangan menyidangkan perkara ini karena sertifikat hak pakai yang didasarkan pada SK Kepala BPN Jakarta Utara memiliki implikasi tata usaha negara.
“Eksepsi kadaluarsa yang diajukan oleh tergugat II intervensi dinyatakan tidak dapat diterima karena penggugat baru mengetahui objek gugatan saat sidang perlawanan terhadap putusan pembatalan konsinyasi pada 4 September 2018. Gugatan didaftarkan pada November 2018 sehingga tidak melampai batas waktu 90 hari,” ujar majelis.
Baca Juga
Sementara itu, dalam pokok perkara, majelis menilai penerbitan sertifikat hak pakai nomor 314/Papanggo dan 315/Papanggo yang terbit pada 18 Agustus 2019, tidak sah secara prosedur.
Hal ini dikarenakan penerbitan sertifikat ini, PT Buana Permata Hijau dan Pemprov DKI Jakarta tengah berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara 304/G/2017/PN.JKT.UTR perihal gugatan konsinyasi atas pelepasan tanah itu.
Dengan demikian, menurut majelis, penerbitan sertifikat menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) No.24/1997 tentang Pendaftaran tanah yang menyaratkan pendaftaran tanah dilakukan ketika tanah tersebut tidak sedang berada dalam sengketa.
Tidak hanya itu, penerbitan sertifikat juga dianggap tidak sah karena menyalahi substansi. Pasalnya, ketika hendak dibebaskan oleh BP3L Sunter, lahan ini akan digunakan sebagai taman kota yang tidak termasuk dalam fasilitas untuk kepentingan publik.
Di samping itu, Kepala BPN Jakarta Utara juga dianggap melampaui kewenangan karena semestinya menerbitkan sertifikat untuk lahan yang tidak lebih dari 2000 meter persegi untukk tanah nonpertanian atau tidak boleh lebih dari 2 hektare untuk tanah pertanian.
Faktanya, objek sengketa yakni sertifikat 314 memiliki lahan seluas 29.256 meter persegi dan sertifikat 215 seluas 66.999 meter persegi. Dengan demikian, majelis menilai penerbitan kedua objek perkara mengandung cacat yuridis, tidak cermat dan melanggar asas umum pemerintahan yang baik.
“Memutuskan, dalam eksepsi, menolak eksepsi yang diajukan oleh tergugat dan tergugat II intervensi. Dalam pokok perkara, menerima gugatan dari penggugat, menyatakan objek perkara batal demi hukum, memerintahkan tergugat untuk mencabut objek perkara dan memerintahkan tergugat dan tergugat II intervensi untuk membayar biaya perkara,” tutur hakim ketua.