Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami lagi terkait proses pengadaan proyek PLTU MT Riau-1.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan hal itu menjadi bagian dari materi pemeriksaan terhadap para saksi yang dipanggil untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basir, Senin (13/5/2019).
Para saksi tersebut adalah Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat, Haryanto WS; Kepala Satuan Komunikasi Corporate PT PLN, I Made Suprateka; serta Vice President Pengadaan 3, Akhiyar.
Selain itu, Plt Direktur Keuangan PT PLN Batubara Hartanto Wibowo dan Manager Pengadaan IPP 2, Kuswara.
"Penyidik mengkonfirmasi keterangan saksi terkait proses pengadaan PLTU Riau-1 yaitu penunjukan China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC)," kata Febri, Senin (13/5/2019).
Dalam proyek senilai U$900 juta ini, perusahaan konsorsium terdiri dari PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), PT PLN Batubara, PT Samantaka Batubara, dan China Huadian Engineering Co Ltd.
Febri juga mengatakan penunjukan PT Samantaka Batubara yang menjadi pemasok material batu bara dalan proyek tersebut turut digali dari saksi kali ini.
"Penyidik juga mendalami keterangan saksi mengenai proses penandatanganan sirkuler perusahaan," kata Febri.
Pada pemeriksaan kali ini, KPK juga seharusnya memeriksa James Rijanto. Akan tetapi, dia urung hadir tanpa keterangan yang jelas. Saat kasus ini mulai bergulir, James merupakan Direktur Utama PT Samantaka Batubara.
Nama James Rijanto juga muncul dalam dakwaan KPK sebagai salah satu orang yang bakal menerima fee sebesar US$1 juta dari proyek PLTU Riau-1.
Di sisi lain, tim penyidik batal menggali keterangan dari Direktur PT China Huadian Engineering Indonesia, Wang Kun pada Jumat (10/5/2019).
Namun demikian, baik James Rijanto dan Wang Kun akan dipanggil kembali untuk memberi kesaksian.
Dalam proses pemeriksaan saksi sebelumnya, KPK juga telah mendalami soal proses sirkulasi PPA terhadap Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara, Direktur Operasi PT PJB Investasi, Dwi Hartono; dan Direktur Utama PT PJB Investasi Gunawan Yudi Hariyanto.
Kemudian, Plt Direktur Operasional PT PLN Batubara, Djoko Martono serta Kepala Divisi IPP PT PLN, Muhammad Ahsin Sidqi.
Adapun dalam kasus PLTU Riau-1, perjanjian jual-beli energi listrik atau PPA dilakukan antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd dan CHEC.
Proses sirkulasi PPA jadi salah satu materi pendalaman penyidik kepada para saksi.
"Jadi ada satu dokumen perjanjian yang kami dalami lebih lanjut sirkulasinya sebenarnya bagaimana, apakah sesuai dengan prosedur atau ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan," kata Febri, Kamis (25/4/2019) lalu.
Febri menuturkan, tim penyidik mencermati proses sirkulasi PPA tersebut lantaran siapa yang seharusnya melakukan telaah, menandatangani terlebih dahulu dan peran tersangka Sofyan Basir dalam proses sirkulasi PPA tersebut.
"Itu yang kami dalami."
Dalam perkara ini, Sofyan Basir diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni M. Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Johannes B. Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd. dan CHEC selaku investor.
Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes B. Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terka2it proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Dalam perkembangannya, Sofyan pun melayangkan gugatan praperadilan atas status penetapan tersangka dirinya.