Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menyebut bahwa pelaksanaan pemilu serentak 2019 tidak berlangsung secara jujur, adil, dan transparan.
"Kami menilai pemilu sekarang tidak jujur, tidak transparan, dan tidak adil," kata Direktur Komunikasi dan Media BPN Prabowo-Sandi, Hashim Djojohadikusumo saat jumpa pers di Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2019).
Salah satu bentuk kecurangan yang ditunjukkan Hashim adalah perihal 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang sudah berkali-kali dilaporkan ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Sampai tiga hari sebelum hari pencoblosan 17 April, masalah itu belum tuntas, belum selesai, jadi masalah tetap masalah," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini.
Hashim pun mengaku kecewa dengan KPU mengabaikan adanya temuan 17,5 juta DPT bermasalah.
"Kami kecewa karena KPU sangat mengabaikan temuan kami soal adanya 17,5 juta dan hingga sampai hari H pencoblosan tetap masih menjadi masalah," tuturnya.
Baca Juga
Hashim menduga adanya angka 17,5 juta DPT bermasalah ini juga mempengaruhi hasil quick count yang membuat hasil itu sangat berpihak kepada kubu 01.
"Kami sudah sangat curiga kenapa hasil quick count sangat jauh dan berbeda. Dan ini harusnya menjadi warning bagi KPU untuk bisa menyelesaikan, tapi justru sebaliknya tetap jadi masalah sampai saat ini," sesal Hashim.
Dalam kesempatan itu, selain Hashim hadir pula Direktur Kampanye BPN Prabowo-Sandi, Sugiono yang memaparkan sejumlah bukti dugaan kecurangan Pemilu 2019. Salah satunya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 65 Cipondoh Mekar, Kota Tangerang, Banten.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Pramono Ubaid Tanthowi menyebut DPT ganda versi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi seperti amuba. Pramono menyebut dari 3.165.093 data yang dilaporkan BPN, hanya sebanyak 2.673.855 data yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK) yang lengkap.
Dari jumlah itu, sekitar 2,5 juta tidak ditemukan di DPT Pemilu 2019.
"Kita terima laporan dari mereka, kita periksa by system, ditemukanlah bahwa sebenarnya dari 2,6 juta sekian tadi 2,5 juta tadi itulah kayak amuba, membelah diri membelah diri itu," kata Pramono dalam jumpa pers di Kantor KPU, Jakarta, Senin (15/4/2019).