Bisnis.com, JAKARTA - Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA menyatakan ada ketidakseimbangan antara Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden pada Pemilu Serentak 2019.
Adjie Al Farabi, peneliti dari LSI Denny JA, mengatakan Pemilu serentak 2019 adalah proses Pemilu yang rumit, pasalnya, ada 5 proses Pemilu yang dilakukan secara bersamaan.
"Sejak awal MK [Mahkamah Konstitusi] memutuskan untuk melakukan pemilu serentak di 2019, saya yakin banyak dari kita tidak membayangkan pemilu akan sekompleks ini," kata Adjie, Sabtu (20/4/2019).
Oleh karena proses yang rumit, dia menjelaskan Pemilu kali ini diibaratkan kawin paksa, dua proes Pemilu yang sulit digabung, antara Pileg dan Pilpres.
Adjie menyoroti beberapa hal. Pertama, tidak ada prinsip equality Pilpres dan Pileg. Menurutnya, jika diamati, mayoritas publik membicarakan pilpres dan capres, sementara pembicaraan mengenai caleg sangat rendah.
Kedua, tingkat golput. Adjie mengutarakan berdasarkan hasil pemilu serentak, saat pemilih di bilik suara diberikan 5 surat suara, tingkat partisipasi antara Pilpres dan Pileg berbeda, masing-masing sekitar 80 persen dan 70 persen.
Padahal, katanya, memilih presiden dan anggota legislatif adalah hal yang sama pentingnya. "Saya kira parpol merasakan hal yang sama, minim sekali kesempatan caleg dan partai melakukan sosialisasi secara maksimal ke publik untuk meyakinkan pemilih, caleg mana yang layak di pilih," jelas Adjie.
Selain itu, Adjie menambahkan, rumitnya proses Pemilu serentak membuat hilangnya kesempatan masyarakat untuk bisa mengakses informasi yang lebih berimbang dari semua partai politik dalam Pileg.