Bisnis.com, JAKARTA — Pihak TKN Jokowi-Ma'ruf menyayangkan adanya kasus pemilih di luar negeri yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya.
Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto di Posko Cemara, Minggu (14/4/2019) menyebut beberapa contoh kasus, salah satunya pemungutan suara di Sydney, Australia.
Pemilih di Sydney seakan dihalang-halangi dengan hambatan-hambatan teknis. Padahal sebelumnya mereka telah menyatakan dukungan kepada Jokowi-Ma'ruf.
"Hak untuk memilih dan dipilih itu dijamin oleh konstitusi, ini prinsip yang paling fundamental di dalam negara demokrasi dan inilah yang diberikan sebagai mandat kepada seluruh penyelenggara Pemilu agar Pemilu bisa berjalan sesuai dengan asas Pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil," ungkap Hasto.
Sebelumnya, tersebar video dari para pemilih di Sydney yang tak diperbolehkan masuk ke TPS dengan alasan telah ditutup. Padahal, mereka telah mengantre lama, sampai-sampai mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya demi bisa memberikan suaranya.
"Tentu itu sangat merugikan tapi siapa pun warga negara apa pun pilihan apa pun pegang partai politiknya wajib dijamin hak konstitusional tersebut dan tidak boleh sekali lagi dihambat oleh persoalan teknis administratif," ujar Hasto.
"Mereka yang datang telah mendaftar dan kemudian tidak bisa menggunakan hak pilihnya itu merupakan bagian dari kejahatan demokrasi itu sendiri dengan sanksi pidana itu 2 tahun penjara bagi mereka yang menghalang-halangi setiap warga negara yang punya hak konstitusional untuk memilih tetapi tidak bisa menggunakan hak pilihnya," tambah Hasto.
Banyak Aduan, TKN Berniat Melaporkan
Menjelaskan lebih lanjut, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani menyebut bahwa mereka mendapat aduan adanya ketidakpahaman Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) luar negeri yang menutup TPS tepat jam 18.00 waktu setempat.
"Oh sudah mereka [pemilih di Sydney yang tak bisa memilih] sudah menunggu karena rata-rata yang datang [ke TPS] dari ratusan kilometer, naik kereta, dan kemudian yang bawa mobil, itu yang membuat mereka marah," jelas Arsul pada kesempatan yang sama.
Padahal menurut aturan, yang sudah menunggu sebelum jam penutupan, harus tetap diperbolehkan masuk kecuali surat suara memang telah habis.
"Yang tidak boleh lagi itu adalah yang baru dateng, setelah jam 6 kalau di sana. Tapi kalau yang sudah datang, berkumpul, apalagi sudah menunggu berjam-jam itu harus diberikan. Pengecualiannya cuma satu, kertas suaranya sudah habis. Itu mau diapain lagi kalau itu," jelas Arsul.
"Tapi kan kejadian video yang viral seperti di Sydney segala macem itu kan tidak ada keterangan bahwa kertas suaranya sudah habis, yang ada adalah semata-mata itu jamnya sudah lewat, dan kemudian dihentikan aktivitas TPS-nya," tambahnya.
Sebab itulah, melalui Direktur Hukum dan Advokasi TKN Jokowi-Ma'ruf, Ade Irfan Pulungan, pihak TKN akan melaporkan kasus ini ke Bawaslu pada Senin (15/4/2019).
"Saya mendapatkan laporan juga dugaan adanya ketua KPPS di Australia itu terlibat dalam salah satu partai pendukung paslon 02, dan adanya beberapa penyelenggara Pemilu itu merupakan bagian dari simpatisan-simpatisan dari paslon 02," ungkap Ade.
"Ini Insya Allah besok Senin kami merencanakan untuk mengadukan semua persoalan yang ada ini ke Bawaslu RI. Karena kami menganggap ini adalah persoalan yang krusial," tutup Ade.