Bisnis.com, JAKARTA - Kepercayaan pemilih muslim terhadap sistem demokrasi di Indonesia meredup selama periode 2009-2019. Penurunan itu disebabkan maraknya upaya delegitimasi lembaga-lembaga negara belakangan ini.
Penurunan kepercayaan pemilih beragama Islam terhadap demokrasi terlihat dari hasil survei nasional lembaga Indodata yang dilakukan 24 Maret-7 April 2019 lalu. Survei itu menunjukkan, 57,50% pemilih muslim percaya dengan demokrasi di Indonesia. Ada 13,20% responden muslim menyatakan tidak percaya demokrasi dan 29,30% mengaku tidak tahu.
“Kalau kita analisa pada pemilu 2009 LSI pernah melakukan survei yang sama, dan 80% [responden muslim] menyatakan percaya [demokrasi]. Berarti ada degradasi kepercayaan publik muslim terhadap demokrasi di Indonesia. Ini diakibatkan maraknya isu delegitimasi terhadap demokrasi diantaranya KPU, Bawaslu, sistem politik dan lain sebagainya,” ujar Direktur Eksekutif Indodata Danis T Saputra di kawasan Cikini, Jakarta, Senin (8/4/2019).
Indodata juga menyebut politik identitas keagamaan di pemilu 2019 tak akan membuat salah satu kandidat lebih unggul dibanding yang lain. Sebab, pemilih muslim di Indonesia dianggap plural dan moderat.
Danis mengatakan, pada pemilu 2019 distribusi suara pemilih muslim terpolarisasi sama kuatnya ke Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Karena itu, menurutnya dinamika pemilu 2019 bisa dikatakan tidak sama dengan pilkada DKI Jakarta 2017 yang sama-sama memanfaatkan politik identitas keagamaan.
“Karena dalam konteks peserta [pilpres 2019] semuanya dalam hal ini beragama muslim. Kemudian ada tokoh agama dan ada ijtima ulama yang saling menguatkan kedua belah pihak di pemilu 2019. Kekuatan islam terpolarisasi di 2 kubu besar dan terpolarisasi secara merata,” ujarnya.
Survei Indodata dilakukan terhadap responden yang diambil dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2019 di seluruh provinsi. Margin of Error survei ini kurang lebih 2,83 persen.