Kabar24.com, JAKARTA – Setelah sukses mengantarkan tatap muka pertama antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tahun lalu, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menghadapi tekanan untuk menyatukan mereka kembali di meja perundingan.
Keputusan Trump untuk walk out dari pertemuannya dengan Kim Jong-un di Hanoi tanpa menghasilkan kesepakatan pada akhir bulan lalu menjadi hal yang disoroti di Seoul. Moon mendapat kecaman dari oposisi konservatif karena memercayai janji pelucutan senjata oleh Kim Jong-un.
Di sisi lain, rezim Kim justru mengkritik Korea Selatan sebagai "pengecut" karena mendukung sikap AS yang menentang pelonggaran sanksi untuk Korea Utara.
“Keputusan sekarang ada di tangan Moon untuk bertemu Kim Jong-un, mengetahui sanksi mana yang ingin dicabut Korea Utara sebagai respons atas tindakan denuklirisasi seperti yang ingin diinginkan AS,” ujar Cheong Seong-chang, wakil presiden perencanaan penelitian di Sejong Institute.
“Moon telah terpojok untuk membujuk Kim Jong-un melakukan kesepakatan besar,” tambah Seong-chang, seperti dilansir Bloomberg.
Moon berulang kali harus memainkan perannya sebagai mediator sejak ia menjabat sebagai Presiden Korsel pada Mei 2017 di tengah meningkatnya ancaman perang antara Trump dan Kim Jong-un.
Ia telah mempertaruhkan jabatan dan kemampuannya untuk menempatkan keduanya di jalan menuju perdamaian, termasuk dengan bertemu Kim di perbatasan Korut-Korsel serta membantu menggolkan tatap muka pertama Trump-Kim di Singapura pada tahun lalu.
Namun, kegagalan pertemuan di Hanoi pada 28 Februari, menimbulkan keraguan baru tentang apa yang akan dicapai pertemuan Trump dan Kim Jong-un.
Sejumlah pejabat pemerintahan Trump mengindikasikan bahwa mereka bersedia menunggu reaksi Korea Utara di tengah sanksi yang dijalani negara terisolasi itu.
Namun, dengan sedikitnya pilihan untuk melanjutkan uji coba senjata yang dapat memprovokasi Trump, Kim malah mengisyaratkan kesediaan untuk mengancam progres diplomatik Moon.
Korut telah mengarahkan kemarahannya pada Korea Selatan dalam serangkaian komentar sejak pertemuan puncak itu, dengan menuduhnya merusak perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani Kim dan Moon pada April dan September tahun lalu.
Kemudian pada Jumat (22/3/2019) sejumlah pejabat Korea Utara ditarik dari kantor penghubung Korea Selatan yang didirikan enam bulan lalu di sisi utara perbatasan.
“Korea Utara ingin Korea Selatan bereaksi secara independen dari Amerika Serikat,” tutur Kang Joon-young, seorang profesor hubungan internasional di Hankuk University of Foreign Studies.
Runtuhnya pembicaraan Trump-Kim telah mendorong kembali rencana Moon untuk mendatangkan Kim ke Seoul dalam kunjungan pertama kalinya oleh seorang pemimpin Korea Utara. Kunjungan ini semula direncanakan untuk dilakukan tahun lalu.
Di sisi lain, hal itu mendorong kecaman dari oposisi Korsel, di antaranya kritik dari sejumlah anggota parlemen konservatif dan editorial oleh surat kabar berhaluan kanan.
“Tidak ada yang memalukan seperti Korea Utara yang mencoba untuk 'mendikte' negara kita dengan bolak-balik memberikan opsi mereka,” ujar juru bicara Liberty Korea Party Min Kyung-wook.