Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan meminta DPR RI segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Desakan ini muncul untuk menghentikan alfanya penindakan hukum bagi pelaku kekerasan seksual sekaligus menjamin keadilan bagi korban.
"Pemerintah dan DPR RI perlu segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, untuk menghentikan impunitas bagi pelaku kekerasan seksual dan membuka akses korban atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan atas ketidakberulangan," papar Komisioner Komnas Perempuan Thaufiek Zulbahary dalam acara peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) 2019 Kekerasan Terhadap Perempuan di Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Pengesahan RUU PKS ini dinilai penting, ungkap Komisioner lain Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin. Pasalnya, jumlah laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya.
Data terbaru yang dirilis Komnas Perempuan hasil kompilasi data dari Pengadilan Agama dan lembaga pengadalayanan menunjukkan jumlah laporan kekerasan pada 2018 mencapai 406.178 kasus, naik 16,5% dibanding jumlah laporan pada 2017 yang berjumlah 392.610 kasus.
"Kasusnya meningkat terus setiap tahun. Selain itu dimensi kekerasan seksual sekarang lebih luas, masuk ke ranah online, siber, bahkan penyandang disabilitas menjadi korban perkosaan dan itu jumlahnya tinggi," tutur Mariana.
Pada saat yang sama, anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa RUU PKS saat ini memang masih belum mencapai proses pembahasan.
Namun, ujar Rahayu Saraswati, DPR RI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menargetkan pembahasan RUU tersebut rampung pada Agustus mendatang.
"Kemungkinan besar pembahasan baru dilakukan bulan Mei. Saya ingin sampaikan bahwa RUU ini bukan mandek atau lamban prosesnya, tapi karena masih banyak UU yang masih menunggu giliran. RUU ini baru masuk ke DPR tahun 2017, baru masuk ke Komisi VIII dan dibuat Panja-nya awal 2018 sehingga ada RUU yang sudah masuk Prolegnas prioritas dari tahun 2014 harus dibahas terlebih dahulu," papar perempuan yang kerap disapa Sara itu.