Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antara Revisi UU, Reformasi, dan Profesionalitas TNI

UU TNI dinilai masih belum perlu direvisi, di tengah berbagai pertanyaan mengenai arah reformasi dan profesionalitas TNI.
Anggota pasukan Divisi II Kostrad Batalyon Zeni Tempur (Zipur) 10 Darma Putra Malang tiba di Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Jumat (22/2/2019)./ANTARA-Ahmad Subaidi
Anggota pasukan Divisi II Kostrad Batalyon Zeni Tempur (Zipur) 10 Darma Putra Malang tiba di Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Jumat (22/2/2019)./ANTARA-Ahmad Subaidi

Bisnis.com, JAKARTA – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dianggap belum diperlukan saat ini, di tengah berbagai pertanyaan mengenai arah reformasi TNI.

Wacana revisi UU TNI sempat muncul untuk mengakomodasi banyaknya perwira menengah dan tinggi yang tidak memiliki jabatan. Usul itu disampaikan pertama kali oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto medio akhir Januari 2019.

Saat itu, dia menyebut banyak perwira TNI yang memiliki kualifikasi untuk menempati jabatan struktural di kementerian atau lembaga (K/L) negara. Tetapi, berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, perwira aktif tidak bisa sembarangan menempati jabatan di institusi negara.

Pasal 47 UU TNI menyebutkan anggota aktif TNI hanya bisa menduduki jabatan di Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Ketahanan Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung (MA).

Prajurit TNI bisa mendapat jabatan yang bersifat sementara di 10 K/L itu. Pengangkatan mereka tidak bisa dilakukan sembarangan, tapi harus sesuai kebutuhan organisasi K/L terkait.

Selain di 10 instansi itu, prajurit aktif harus mengundurkan diri atau pensiun dari TNI agar bisa menduduki jabatan di K/L sipil.

Antara Revisi UU, Reformasi, dan Profesionalitas TNI

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kiri) berbincang dengan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kanan) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/1/2019)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso

Karena terganjal regulasi, wacana revisi UU TNI khususnya pada Pasal 47 menyeruak. Namun, wacana itu dianggap belum perlu diwujudkan.

"Menurut saya, saat ini belum diperlukan [revisi UU TNI] karena kotak pandoranya soal reformasi TNI belum sepenuhnya memenuhi syarat. Apalagi, dalam konteks elit politik saat ini belum mencerminkan visi yang kuat untuk menjalankan reformasi di negara demokratis," kata Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM Chairul Anam dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis Reformasi, Kembalinya Militer dalam Urusan Sipil" di Jakarta, Jumat (1/3/2019).

Komnas HAM memandang perdebatan soal keterlibatan prajurit aktif TNI di jabatan publik sebagai salah satu masalah kecil yang muncul akibat ketidakjelasan arah reformasi TNI. Seharusnya, arah reformasi TNI terlebih dulu disusun dengan benar sebelum ada pembicaraan mengenai revisi UU atau penempatan prajurit di luar tugas utamanya.

Anam menyebut salah satu pekerjaan rumah dalam reformasi TNI adalah meningkatkan dan memanfaatkan profesionalitas prajurit dengan tepat. Saat ini, pemerintah dianggap belum bisa mewujudkan profesionalitas prajurit TNI dengan benar.

Salah satu bukti belum adanya arah reformasi TNI terlihat dari banyaknya pemanfaatan prajurit untuk mengurusi hal-hal yang tidak berhubungan dengan pertahanan dan keamanan negara. Dia memberi contoh, masih banyak prajurit TNI yang justru mendapat tugas untuk menjaga kereta atau stasiun.

Penugasan prajurit di lokasi-lokasi yang tidak seharusnya itu bisa terwujud setelah TNI menyepakati Memorandum of Understanding (MoU) dengan sejumlah K/L. Kesepakatan yang dibuat selama ini, lanjut Anam, masih berdasarkan pertimbangan pragmatis daripada untuk benar-benar meningkatkan profesionalitas TNI.

"Idealnya itu kan pengerahan TNI, salah satu gagasan penting dalam reformasi kita, adalah bagaimana mendorong TNI profesional," tuturnya.

Sementara itu, dilansir dari Tempo, Selasa (5/3), Inspektur Jenderal TNI Letnan Jenderal M. Herindra mengungkapkan ada beberapa K/L baru yang akan diisi tentara dalam rangka restrukturisasi TNI. Beberapa K/L itu adalah Kemenko Bidang Kemaritiman, Kantor Staf Presiden, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Saat ini, UU TNI itu masih dalam proses revisi dengan menambahkan beberapa kementerian," ucapnya dalam silaturahmi dengan perwira hukum TNI di Mabes TNI, Jakarta, hari ini.

Antara Revisi UU, Reformasi, dan Profesionalitas TNI

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo mengamati peralatan milik BNPB usai membuka Rakornas Penanggulangan Bencana 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/2/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay

Arah Reformasi TNI
Lembaga pemerhati HAM Imparsial menganggap reformasi TNI harusnya diarahkan untuk menghadapi ancaman perang masa kini. Direktur Imparsial Al Araf menilai saat ini, ada kecenderungan perang bergeser dari pertempuran fisik menjadi non fisik.

Menghadapi pertempuran non fisik, negara perlu menyiapkan teknologi pertahanan modern dan didukung peningkatan kualitas tentara. Karena itu, reorganisasi dalam tubuh tentara dianggap perlu agar struktur TNI tidak kegemukan.

"Reorganisasi militer dilakukan dalam dua tahap, memperkuat struktur untuk memperkuat dinamika atau mengurangi struktur yang tidak efektif. Beberapa negara membangun cyber defense yang kuat, pada sisi lain mereka mengurangi struktur yang tidak efektif," terangnya.

Arah reformasi tentara seperti itu dianggap perlu dilakukan di Indonesia, alih-alih mendorong penempatan prajurit di jabatan sipil. Reformasi dan reorganisasi itu bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah atau TNI.

Pendapat serupa dikemukakan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris. Dia menyatakan revisi UU TNI untuk sekedar mengakomodasi prajurit aktif agar menempati jabatan sipil tidak diperlukan.

Menurut Haris, aturan yang ada saat ini sudah cukup mengatur penempatan perwira di K/L. Dia meyakini kompetensi prajurit TNI tidak akan hilang meski yang bersangkutan pensiun demi menempati jabatan pada K/L tertentu.

"Jadi Presiden Jokowi dalam hal ini seharusnya bisa lebih tegas dan konsisten dalam mewujudkan cita-cita reformasi itu sendiri," ucap Haris.

Mengatasi Penumpukan Perwira TNI
Di sisi lain, Lemhanas memiliki usul untuk mengatasi persoalan banyaknya prajurit TNI yang tak memiliki jabatan tanpa harus merevisi UU TNI.

Gubernur Lemhanas Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo menawarkan salah satu solusi yakni dengan melakukan pensiun dini terhadap sejumlah perwira menengah dan tinggi. Pensiun dini dipandang bisa dilakukan agar para perwira bisa bebas menempati posisi di K/L.

Antara Revisi UU, Reformasi, dan Profesionalitas TNI

Anggota TNI AU memeriksa pesawat tempur jenis F 16 dari Skadron Udara Lanud Roesmin Nurjadin yang tiba di Lanud Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Senin (25/2/2019)./ANTARA-Ampelsa

"Kalau itu bisa diberikan, maka tempat berbakti [perwira yang dipensiunkan] bisa lebih luas seperti di BUMN, pemerintahan, swasta, korporasi, politik," paparnya.

Untuk menekan potensi masalah dari kebijakan pensiun dini, pemerintah disebut harus siap memberi insentif kepada para perwira yang menjadi objek. Solusi itu dianggap paling ideal dibanding melakukan revisi UU TNI agar prajurit aktif bisa lebih banyak masuk ke K/L.

Lemhanas khawatir ada dampak negatif dalam birokrasi di institusi sipil jika keran keterlibatan prajurit aktif di K/L diperluas. Pelibatan lebih luas prajurit aktif di K/L juga dianggap bisa memupus profesionalitas tentara.

"Kalau perwira masih aktif kemudian ditempatkan di tempat yang tugasnya bukan itu, pertama, dia tidak pernah mendapat pelatihan. Kedua, di tempat yang dituju kan juga ada PNS yang mengejar karir, kan kasihan. Jadi ketika cari solusi kita jangan sampai merusak dan tanpa melihat pertimbangan sistem yang lebih besar," tambah Agus.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lalu Rahadian
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper