Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

#TakutKalahGakMauCuti Trending Topic, Apa Untungnya Presiden Cuti?

Polemik kewajiban seorang presiden agar cuti selama masa kampanye kembali menyeruak lewat dua tagar yang kini menjadi topik populer di Twitter, yaitu #TakutKalahGakMauCuti dan #AyoPresidenCuti.
Presiden Joko Widodo (tengah) menenun sarung saat menghadiri Festival Sarung Indonesia 2019 di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (3/3/2019). Festival Sarung Indonesia 2019 yang menampilkan beragam sarung khas dari berbagai daerah itu untuk menghidupkan kesadaran dan kebanggaan generasi muda terhadap sarung sebagai kekayaan budaya Indonesia./Antara
Presiden Joko Widodo (tengah) menenun sarung saat menghadiri Festival Sarung Indonesia 2019 di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (3/3/2019). Festival Sarung Indonesia 2019 yang menampilkan beragam sarung khas dari berbagai daerah itu untuk menghidupkan kesadaran dan kebanggaan generasi muda terhadap sarung sebagai kekayaan budaya Indonesia./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Polemik kewajiban seorang presiden agar cuti selama masa kampanye kembali menyeruak lewat dua tagar yang kini menjadi topik populer di Twitter, yaitu #TakutKalahGakMauCuti dan #AyoPresidenCuti.

Hingga berita ini ditulis, #TakutKalahGakMauCuti telah dicuitkan oleh lebih dari 24.500 akun warga internet (warganet), sedangkan #AyoPresidenCuti dicuitkan 1.600 akun.

Pengamat Hukum Tata Negara, serta Pengajar di STAN dan IAIN Salatiga Faisal Arif menjelaskan kepada Bisnis, Selasa (5/3/2019) bahwa wacana tersebut wajar, tetapi posisi presiden dan wakil presiden harus tetap dipertimbangkan sebab konstitusi telah membedakannya dengan pejabat lain.

"Menurut saya wacana cuti itu boleh saja, asal cuti kampanye tidak menyebabkan kekosongan posisi sekaligus dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang presiden atau wapres," ungkapnya.

Hal yang harus diperhatikan, yaitu syarat menjalankan cuti seorang presiden dan wakil presiden yang diatur seperti Ketentuan dalam UU Pemilu Pasal 267 (2), 281 (1), dan Pasal 300.

Di antaranya, tidak menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara, dan wajib tetap memperhatikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara apabila menjalani jadwal cuti.

"Nah, dari situ [UU Pemilu] tidak ada ketentuan yang mewajibkan cuti. Bedanya kalau Pilkada, petahana cuti selama "masa" kampanye, kalau presiden atau wapres cuti pada "saat" kampanye saja," tambahnya.

Faisal menilai hal ini dibedakan sebab sistem pemerintahan Presidensil menitikberatkan pada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

"Coba kalau presiden cuti selama "masa" kampanye, terus dia tidak punya kewenangan selama cuti, bagaimana kalau sewaktu-waktu ada keadaan untuk menetapkan sebagai kejadian luar biasa, menyatakan perang, menyatakan damai, dan lain-lain," tutupnya.

Cuti Kampanye

Melengkapi penjelasan Faisal, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy yang juga mantan Ketua Pansus RUU Pemilu menjelaskan beberapa alasan kepada Bisnis di Posko Cemara TKN Jokowi-Ma'ruf, Rabu (27/2/2019) bahwa cuti selama masa kampanye merupakan usulan yang tidak masuk akal.

"Presiden itu bukan cuti sepanjang masa kampanye, berbeda dengan kepala daerah, [saat mengikuti] Pilkada, ketika masuk masa kampanye dia cuti 6 bulan. Karena lekat di jiwa presiden itu adalah sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, maka tidak boleh ada kekosongan kekuasaan," jelas Lukman.

"Itu pertimbangannya, sehingga semua fraksi setuju bahwa cuti seorang incumbent [petahana] calon presiden itu adalah cuti ketika dia kampanye," tambahnya.

Lukman menuturkan bahwa hasil pertimbangan tersebut telah tertuang jelas dalam UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Presiden dan Wakil Presiden, apabila mencalonkan kembali, maka bisa melakukan cuti, yang penting tidak menggunakan fasilitas negara.

Terlebih dalam Pasal 301 UU Pemilu tersebut, dituliskan bahwa selama melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden yang telah menjadi capres atau cawapres, harus tetap memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara.

"Nah, itu sudah ditata dalam ketatanegaraan kita. Tidak boleh ada kekosongan kekuasaan. Bahkan, presiden meninggal sekalipun tidak boleh ada kekosongan kekuasaan. Harus segera diganti, kan begitu," ungkap Lukman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper