Bisnis.com, PALEMBANG – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi atau PDT menilai penyelewengan dana desa oleh kepala desa hanya disebabkan kesalahan administratif.
Menteri Desa dan PDT Eko Putro Sandjojo mengklaim tata kelola penggunaan dana desa jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kasus-kasus itu [penyelewengan dana desa] terjadi karena kesalahan administratif saja, makanya kami adakan pendampingan. Kalau kita lihat tata kelolanya sudah jauh lebih baik dan banyak diakui lembaga dunia,” katanya di sela acara workshop dan seminar tata kelola pemerintahan desa di Palembang, Rabu (27/2/2019).
Eko memaparkan membaiknya tata kelola tersebut tercermin dari angka penyerapan dana desa yang meningkat setiap tahun.
Menurut dia, serapan dana desa tercatat sebesar 82% pada tahun 2015 dan saat ini sudah meningkat jadi 99% pada tahun lalu.
Dia menjelaskan realisasi serapan yang tinggi itu penting karena pencairan dana desa dibagi dalam tiga tahap. Tahap berikutnya tidak bisa cair kalau laporan dan hasil audit tahap sebelumnya belum diterima dengan baik oleh inspektorat di kabupaten.
Baca Juga
“Kalau bisa mencapai serapan 99% itu kan artinya tata kelola pemerintahan desa untuk dana desa ini sudah baik,” katanya.
Menurut Eko, jika memang ada kepala desa yang melakukan penyelewengan harus diproses sesuai mekanisme yang berlaku. Di mana, setiap penyelewengan dilaporkan ke inspektorat kabupaten setempat.
“Nanti kabupaten yang memproses bisa dilaporkan ke penegak hukum, atau langsung diproses ke penegak hukum,” katanya.
Sementara itu Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumsel, Irjen Pol. Zulkarnain, mengemukakan terdapat enam modus penyelewengan dana desa oleh apparat desa.
Pertama, kata dia, membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dnegan dana desa. Padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.
“Kedua, ada juga yang meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan,” katanya.
Ketiga, pemungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten. Keempat, penggelembungan atau mark up pembayaran honor perangkat desa dan mark up pembayaran alat tulis kantor.
Kelima, memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Keenam, melakukan permainan kongkalikong dalam proyek yang didanai dana desa dan membuat kegiatan proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa.
Zulkarnain mengatakan Polda Sumsel sudah melakukan data sidik penyalahgunaan dana desa di provinsi itu, di mana pada tahun lalu terdapat 7 sidik yang dilakukan.