Bisnis.com, JAKARTA – Tabloid Indonesia Berkah dan tabloid Obor Rakyat sama-sama tidak memiliki kaidah jurnalistik. Namun, Direktur New Media Watch Agus Sudibyo menyebut bahwa Obor Rakyat jauh lebih seram.
Kedua tabloid itu sama-sama keluar menjelang pilpres. Obor Rakyat keluar pada 2014 dengan menyerang Joko Widodo yang ketika itu menjadi calon presiden. Adapun Indonesia Barokah yang tengah ramai, digunakan untuk menyudutkan kubu Prabowo Subianto.
“Saya setuju, [Obor Rakyat] ini lebih seram,” kata Agus dalam diskusi Tabloid Indonesia Berkah “Karya Jurnalistik atau Kumpulan Opini,” Rabu (30/1/2019).
Dalam menyajikan sebuah tulisan, katanya, Indonesia Barokah lebih menyajikan konten yang santai, ketimbang Obor Rakyat, yang ketika itu terlalu menyarang ke Joko Widodo selaku calon Presiden Indonesia. Sekalipun ini merupakan media propaganda.
“Kalau dilihat memang keduanya tidak memiliki kaidah jurnalistik. Pada dasarnya, ketika kita buat sebuah media, maka sebelum operasi harus memenuhi syarat-syarat, seperti wartawan harus memiliki sertifikat. Ibaratnya mau salat, tapi nggak wudu dulu,” katanya, seperti dikutip dari siara pers.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, keberadaan tabloid Indonesia Barokah masuk kategori negative campaign dimana dalam politik elektoral masih dibolehkan.
Apabila dibandingkan dengan Obor Rakyat, lanjutnya, dari sisi konten juga lebih ringan. Oleh karena itu, Karyono menilai, Indonesia Barokah hanya persoalan keberimbangan informasi.
“Sementara kasus Obor Rakyat penuh konten kebencian, hate spech, juga serangan fisik, terutama ke Joko Widodo,” ujar Karyono.
Menurut Karyono, dua tabloid yang menghebohkan publik dan menimbulkan pro dan kontra ini memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaan Indonesia Barokah dengan Obor Rakyat, antara lain sama-sama merupakan media propaganda, tidak terdaftar di Dewan Pers, memiliki preferensi dukungan politik elektoral ke salah satu pasangan calon presiden, isi beritanya hasil kutipan berita yang sudah terpublikasi, dan ditambah opini penulis alias bukan hasil wawancara sebagaimana media massa pada umumnya.
Kedua tabloid tersebut sama-sama membuat heboh dan dilaporkan ke pihak kepolisian, Bawaslu dan Dewan Pers. Kedua tabloid ini juga mencantumkan alamat fiktif sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 12 UU Pers.
Namun, perbedaannya, dari aspek konten dan tujuan pesan, tulisan di Obor Rakyat mengandung banyak unsur black campaign. Sementara itu, Indonesia Barokah mengandung unsur negative campaign.
Black campaign atau kampanye hitam mengandung unsur fitnah karena tidak disertai dengan data. Jenis kampanye hitam ini jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan berbenturan dengan prinsip demokrasi.
Karyono menambahkan, negative campaign atau kampanye negatif dalam konteks demokrasi masih dapat diterima. Ini karena yang dimaksud kampanye negatif adalah menyampaikan pesan kampanye dalam berbagai bentuk informasi yang berisi tentang sisi negatif kompetitor dengan fakta yang dapat diverifikasi.
“Obor Rakyat lebih provokatif baik dari segi teks narasinya maupun gambar dibanding Indonesia Barokah. Narasi propaganda tabloid ini lebih soft,” tegasnya.
Dari aspek tujuan penulisan pesan, Obor Rakyat lebih kental dengan narasi yang mengobarkan dan mengajak untuk mempertentangkan SARA. Adapun tabloid Indonesia Barokah lebih memberikan counter opini tentang politik identitas yang menggunakan SARA.
Seperti diketahui, pada edisi pertama Obor Rakyat bertanggal 5 - 11 Mei 2014 terdiri 16 halaman, ditampilkan judul tulisan “Capres Boneka” dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarno Putri.
Judul lain yang ditampilkan di halaman depan ini adalah “184 Caleg Non Muslim PDIP untuk Kursi DPR” dan “Ibu-ibu, Belum Jadi Presiden Udah Bohongin Rakyat.”
Edisi II Obor Rakyat beredar pada awal Juni 2014 dengan judul besar di halaman depan “Seribu Topeng Jokowi.” Selain tabloid Obor Rakyat, pasangan Jokowi - JK juga diserang dengan tabloid Sang Pendusta yang memajang karikatur Pinokio.
Tak heran, dari pertimbangan dan penilaian Dewan Pers terkait kasus Obor Rakyat (Juni 2014), ditegaskan bahwa tabloid itu berada di luar ranah jurnalisme. Penerbitan Obor Rakyat dipandang tidak sesuai dengan Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 tentang Pers.