Bisnis.com, JAKARTA - Hasil riset independen yang mengevaluasi pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sepanjang 2018 menegaskan 96% Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan 89% e-warong menyatakan puas terhadap pelaksanaan program tersebut.
Sejumlah indikator menunjukkan KPM dan e-warong merasakan bahwa proses BPNT saat ini mudah dan nyaman sehingga baik KPM maupun e-warong merasakan manfaat positif dari pelaksanaan BPNT tersebut.
Survei tersebut dilakukan oleh lembaga independen MicroSave Consulting Indonesia dalam kerangka kerjasama antara Kementerian Sosial RI dan Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF). Survei yang dilakukan dari periode Oktober hingga Desember 2018, mencakup 93 Kota/Kabupaten di 25 Provinsi.
Dengan metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif yang melibatkan sekitar 2.398 KPM dan 779 e-warong, serta 30 responden lainnya dari KPM dan e-warong melalui wawancara mendalam, pemilihan sampel dilakukan melalui pendekatan acak bertingkat multi-tahap dengan margin error sekitar 5% dan sudah mempertimbangkan ekspansi penerima manfaat BPNT hingga Juli 2018.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, tingkat kepuasan KPM dan e-warong yang tinggi tersebut linear dengan data angka kemiskinan BPS yang turun menjadi single digit sekitar 9,82% pada Maret 2018 dan 9,66% pada September 2018.
Selain itu, terbukti bahwa bansos yang diberikan oleh pemerintah melalui BPNT memberikan peluang usaha bagi pengusaha mikro khususnya wanita (68%) sehingga mendorong pertumbuhan e-warong KUBE yang dikelola oleh penerima PKH yang pada akhirnya meningkatkan kemandirian masyarakat kurang mampu.
“Hasil survey ini bersifat independen dan dapat berlangsung berkat dukungan dari BMGF dan mitra kerjanya di Indonesia, antara lain MicroSave Consulting (MSC) dan Inke Maris & Associates (IMA). Kami sangat mengapresiasi bantuan ini guna mengevaluasi pelaksanaan BPNT 2018,” ujar Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, seperti dikutip dari siaran persnya Senin (28/01/2019).
Berdasarkan temuan dalam riset tersebut, masyarakat penerima manfaat menyatakan lokasi e-warong dekat dengan rumah KPM dengan waktu tempuh sekitar 10 menit (median) dan nilai median biaya pangan per rumah tangga KPM per bulan sekitar Rp700.000 dengan mayoritas 4 – 5 anggota keluarga dapat memenuhi satu hingga dua minggu atau sekitar 12 – 29% kebutuhan pangan keluarga tersebut.
KPM menyatakan bahan pangan yang diterima kualitas premium dan pasokannya terjamin.
Temuan tersebut menjadi catatan perbaikan yang signifikan atas pelaksanaan program bantuan sosial pada 2017, karena BPNT berhasil memperbaiki ketepatan dalam hal jumlah dan waktu penyaluran bantuan, pengurangan antrian, proses pencairan yang lebih cepat, serta pengurangan secara signifikan masalah teknis yang dihadapi seperti saldo kosong, kerusakan jaringan/sistem. Hal ini mendorong KPM menyatakan kepuasannya terhadap pelaksanaan BPNT tahun 2018.
Sebelumnya, pada 2017 dengan bantuan yang sama dari BMGF, MicroSave Consulting juga melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan BPNT di 13 Provinsi mencakup 43 Kota di mana jumlah responden saat itu sekitar 2.355, yang terdiri dari 1.770 KPM dan 585 e-warong.
Dari sisi e-warong sebagai agen penyalur, kebebasan untuk memilih pemasok bahan pangan dengan pedagang besar dan produsen langsung dalam hal ini petani atau perusahaan penggilingan padi adalah salah satu hal yang paling disukai dalam kerja sama program BPNT ini karena mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Namun demikian, Peran BULOG juga dirasakan tetap penting karena memberikan kemudahan pembayaran sehingga membantu e-warong dalam mengelola modal kerja.
Hampir semua e-warong menegaskan keinginannya untuk melanjutkan kerja sama pelaksanaan BPNT tersebut karena memperoleh nilai tambah keuntungan pendapatan dari sebelumnya sekitar Rp1 juta per bulan (2017) menjadi Rp1,2 juta per bulan saat ini.
“Hasil temuan lain yang tidak kalah penting adalah fakta bahwa BPNT mampu meningkatkan inklusi keuangan terhadap masyarakat miskin terutama wanita. Sekitar 87% KPM adalah masyarakat yang baru pertama kali memiliki rekening bank melalui KKS serta fakta bahwa BPNT membantu pengusaha mikro untuk terbiasa dengan pembayaran secara digital sehingga dalam jangka panjang diharapkan hal ini dapat mendorong upaya pemerintah dan Bank Indonesia dalam Gerakan Nasional Non Tunai, meskipun penggunaan transkasi rekening tabungan saat ini masih terbatas,” kata Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita.
Country Manager MicroSave Consulting (MSC) Indonesia, Grace Retnowati menyampaikan bahwa hasil temuan-temuan tersebut diharapkan dapat mendukung pemerintah dan segenap pemangku kepentingan untuk mengambil langkah-langkah atau kebijakan yang diperlukan dalam upaya perbaikan penyaluran bantuan sosial, terutama terkait dengan sosialisasi program, mekanisme pencairan/distribusi bantuan sosial, keberlanjutan program, dan mitigasi risiko.
Dari hasil temuan riset, misalnya, sekitar 85% KPM memiliki ponsel dan mayoritas di antaranya adalah smartphone. Hal ini tentunya bisa menjadi masukan bagi pemangku kepentingan untuk mempertimbangkan alternatif sistem pembayaran dan transaksi baru yang lebih mudah, murah, dan aman bagi masyarakat miskin sehingga risiko seperti lupa ‘PIN’ bisa ditekan.
Di sisi lain, kepemilikan rekening baru oleh penerima BPNT perlu didorong lebih lanjut pemanfaatannya sehingga dapat mendukung pencapaian program pemerintah lainnya seperti meningkatkan inklusi keuangan, meningkatkan kesejateraan masyarakat miskin melalui peluang usaha baru dari kerjasama antara e-warong, bank, serta BULOG.
Selain itu, untuk memastikan sistem audit dan pemantauan yang lebih akurat dan tepat waktu, perlu dipertimbangkan pengembangan platform sistem pembayaran dan pemantauan seluruh program bantuan sosial oleh pemerintah dengan memanfaatkan teknologi sebagai mana dilakukan di negara lain.
“Contohnya, PFMS (Public Financial Management System) di India memanfaatkan gerbang sistem pembayaran nasional untuk menghubungkan secara langsung rekening perbendaharaan negara dan rekening KPM,” kata Grace.