Kabar24.com, JAKARTA — Nama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno disebut-sebut dalam persidangan terdakwa perkara dugaan suap proyek pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau- 1, Eni Maulani Saragih di Pengadilan Tipikor, Selasa (22/1/2019).
Nama Rini Soemarno terungkap saat kuasa hukum Eni, Rudi Alfonso membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada nomor 16 milik kliennya itu.
Dalam BAP, Eni menyebut mantan Ketua DPR Setya Novanto dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Johanes B Kotjo ingin memperoleh proyek PLN di Pulau Jawa ke Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Namun, proyek PLN yang berada di Pulau Jawa ternyata sudah penuh. Dalam BAP itu, disebutkan bahwa proyek PLN di luar Pulau Jawa masih memungkinkan. Kemudian, Eni memberitahukan kepada Setnov.
"BAP nomor 16, terdakwa menjelaskan bahwa saya bertemu Sofyan Basir dan saya sampaikan, Pak Kotjo dan Pak Setya Novanto ingin mendapatkan proyek listrik di Jawa dan pada ahirnya Pak Sofyan Basir menyampaikan bahwa di Jawa sudah penuh, kalau di Sumatra Oke, di luar Jawa Oke," kata Rudi saat membacakan BAP Eni Saragih.
"Menurut Setya Novanto, 'Iya gue udah ketemu sama Rini dan Sofyan Basir, menurut mereka [Rini dan Sofyan] enggak bisa. Tapi, kalau di luar Jawa, sih, oke'," kata Rudi melanjutkan bacaan BAP Eni yang mengutip pernyataan Setnov tersebut.
Kemudian, Rudi mengonfirmasi perihal nama Rini di dalam BAP Eni Saragih. Eni menjawab bahwa nama Rini yang dimaksud adalah Menteri BUMN Rini Soemarno.
"Menteri BUMN, Rini Soemarno," ujar Eni.
Rudi lantas mengonfirmasi kembali soal keterkaitan Rini Soemarno dengan proyek PLTU Riau-1.
Menurut penuturan Eni, Rini selaku Menteri BUMN memang tidak berkaitan langsung terhadap proyek itu. Namun, karena membawahi beberapa BUMN termasuk PLN.
"Jadi pasti nyambung antara BUMN dengan PLN. Mungkin demikian yang disampaikan Setya Novanto pada waktu itu," kata Eni.
Dalam perkara ini, KPK mendakwa Eni Saragih menerima suap Rp4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. KPK mendakwa suap itu diberikan untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Selain itu, Eni didakwa menerima gratifikasi senilai Rp5,6 miliar dan 40.000 dolar Singapura dari sejumlah direktur perusahaan di bidang minyak dan gas.
Sebagian uang hasil gratifikasi tersebut telah digunakan Eni untuk membiayai kegiatan Pilkada di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang diikuti oleh suaminya, M. Al Khadziq, serta untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.