Bisnis.com, JAKARTA—Meski putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membuat Oesman Sapta Odang (OSO) diizinkan menjadi calon anggota DPD tanpa mundur dari kepengurusan Partai Hanura, namun Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak menggubrisnya.
KPU hari ini menyatakan menunggu keputusan OSO untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Hanura hingga pukul 24:00 WIB sebelum mendaftar menjadi caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan PTUN meminta KPU mengeksekusi putusan sengketa pemilu yang dimenangkan OSO di pengadilan tersebut karena telah memperoleh kekuaatan hukum tetap.
“KPU tetap meminta OSO mengundurkan diri dari Ketum Hanura jika ingin namanya masuk dalam DCT anggota DPD,” ujar Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Selasa (22/1/2019).
Menurutnya, berdasarkan surat KPU kepada OSO bahwa tanggal 22 Januari 2019 adalah tenggat waktu terakhir baginya untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai politik. KPU, kata Wahyu, telah memberikan waktu kepada OSO selama tujuh hari untuk mempersiapkan pengunduran diri dengan alasan kepatutan.
Dia mengatakan KPU tetap berpegang pada UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUUU-XV/2018 yang intinya mewajibkan pengurus parpol mengundurkan diri jika hendak mencalonkan diri menjadi anggota DPD.
Sebelumnya Bawaslu memerintahkan KPU untuk menerbitkan SK baru tentang Penetapan DCT anggota DPD dengan memasukkan nama OSO. Selain itu, Bawaslu juga memerintahkan KPU menetapkan OSO menjadi anggota DPD terpilih jika mengundurkan diri satu hari sebelum penetapan anggota DPD.
Sedangkan PTUN menyatakan pembangkangan KPU terhadap putusan tersebut berdampak besar pada legalitas anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hasil Pemilu 2019. Bahkan, pelantikan Presiden terpilih dapat digugat lantaran persoalan tersebut.
Ketua PTUN Jakarta, Ujang Abdullah, pada Senin (21/1) mengirim surat perintah pelaksanaan putusan PTUN Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT kepada KPU. PTUN Jakarta mendesak KPU segera mengeksekusi putusan sengketa pemilu yang dimenangkan OSO karena telah memperoleh kekuaatan hukum tetap.
"Sesuai Pasal 13 Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2017, penyelesaian sengketa proses Pemilu dilakukan di PTUN. Pasal 115 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan, hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan,” ujar Ujang dalam surat perintah eksekusi PTUN Jakarta.