Bisnis.com, JAKARTA – Langkah Presiden Joko Widodo membebaskan narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir dinilai dapat mempengaruhi elektabilitas Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2019.
Peneliti Senior Populi Center Afrimadona berpendapat pembebasan Baasyir mengesankan dimensi hak asasi manusia (HAM) yang kental. Pasalnya, para simpatisan pendiri Majelis Mujahidin Indonesia tersebut kerap membingkai kasus terorismenya dengan sentimen HAM.
“Dari dulu kasus Baasyir ini framing-nya adalah framing HAM dan selalu dibenturkan dengan terorisme,” ujarnya usai acara diskusi Perspektif Indonesia: Debat Belum Hebat? di Jakarta, Sabtu (19/1/2019).
Afrimadona menambahkan pembebasan Baasyir dengan alasan kemanusiaan semakin mengesankan Jokowi sebagai sebagai sosok berperspektif HAM.
Kesan tersebut kontras dengan lawannya dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, yang memandang HAM dari pendekatan materialis-strukturalis.
“Dalam pendekatan ini, semua persoalan diakibatkan persoalan ekonomi. Bahwa HAM, korupsi, dan sebagainya sebab-sebabnya ekonomi,” tambahnya.
Dengan perbedaan perspektif itu, Afrimadona menilai tidak mustahil dapat memberikan dampak elektoral bagi masing-masing kandidat. Namun, pengaruhnya hanya dapat menjangkau ‘pemilih canggih’ yang secara kuantitas jumlahnya tidak banyak.
“Sophisticated voter ini seringkali punya garis ideologi yang jelas seperti aktivis HAM. Mereka tersebar di kelompok Islam maupun non-Islam,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Jumat (18/1/2019), kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra, mengabarkan pembebasan Baasyir langsung dari Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor.
Meski demikian, Yusril belum menjelaskan mekanisme pembebasan tersebut mengingat masa tahanan Baayir baru berakhir pada 2026. Yusril menyebutkan kliennya membebaskan Baayir murni alasan kemanusiaan.
Pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, tersebut sering sakit-sakitan dalam usianya yang sudah uzur.