Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pembebasan bersyarat narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir masih belum memperlihatkan kejelasan. Pasalnya, lelaki berusia 80 tahun tersebut dikabarkan enggan menandatangani surat pernyataan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kepala Bagian Humas Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen PAS) Ade Kusmanto menyatakan hingga saat ini, Dirjen PAS belum menerima usulan pembebasan bersyarat dari lembaga pemasyarakat Gunung Sindur, tempat Ba'asyir menjalani masa tahanannya.
"Hal ini karena Ustadz Abu Bakar Ba'asyir (ABB) belum berkenan menandatangani surat pernyataan ikrar kesetiaan NKRI sebagai salah satu syarat pembebasan bersyarat," kata Ade kala dihubungi Bisnis, Sabtu (19/1/2019).
Ade mengungkapkan peluang Ba'asyir memperoleh pembebasan bersyarat tergantung dari kesediaannya menandatangani surat tersebut.
Kendati demikian, Ade mengatakan Ba'asyir masih bisa melalui opsi lainnya. Yaitu bebas murni setelah menjalani masa tahanannya dan menerima grasi dari presiden.
"Ba'asyir bisa bebas murni setelah menjalani hukuman pidananya. Hukuman penjara ABB adalah 15 tahun dan baru bebas murni pada 24 Desember 2023," tambah Ade.
Opsi lain pembebasan Ba'asyir adalah melalui mekanisme grasi atas dasar kemanusiaan. Pemberian grasi merupakan hak prerogratif presiden dan keputusan diterima atau ditolak berada di tangan kepala negara.
"Jika memang pihak keluarga, kuasa hukum, atau Ustadz ABB sendiri mengajukan permohonan grasi kepada presiden, maka akan menjadi hak prerogratif presiden apakah akan menerima atas dasar kemanusiaan atau menolaknya," jelas Ade.