Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPU Beri OSO Kelonggaran Mundur dari Hanura 22 Januari. Kurang Apa Lagi?

Keputusan Komisi Pemilihan Umum yang kembali memberikan tenggat waktu kepada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) untuk mengundurkan sebagai pengurus partai paling lambat 22 Januari 2019 agar bisa jadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dianggap sangat menguntungkan dirinya.
Kader Partai Hanura mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum melakukan demonstrasi meminta ketuanya Oesman Sapta Odang menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Kamis (20/12). JIBI/BISNIS/Jaffry Prabu Prakoso
Kader Partai Hanura mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum melakukan demonstrasi meminta ketuanya Oesman Sapta Odang menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Kamis (20/12). JIBI/BISNIS/Jaffry Prabu Prakoso

Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan Komisi Pemilihan Umum yang kembali memberikan tenggat waktu kepada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) untuk mengundurkan sebagai pengurus partai paling lambat 22 Januari 2019 agar bisa jadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dianggap sangat menguntungkan dirinya.

Ini adalah diskresi yang diberikan KPU kepada Oesman karena Ketua Umum Partai Hanura itu seharusnya menyerahkan penguduran diri paling lambat 21 Desember 2018 dan tidak dipatuhinya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa ini karena calon senator lain sudah mengundurkan diri sejak jauh hari sebelum penetapan.

“Pak Oesman Sapta masih diberi kesempatan bahkan sampai 22 Januari. Bagi kami ini diskresi yang menguntungkan Pak Oesman untuk jadi anggota DPD,” katanya di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (16/1/2019).

Titi menjelaskan bahwa langkah tersebut harus Komisi Pemilihan Umum (KPU) ambil karena harus mendekati putusan empat lembaga, yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Baginya, pemilu yang kuat secara hukum hanya bisa diterima jika tata pelaksanaannya berdasarkan nilai-nilai konstitusi.

Oleh karena itu, KPU tidak bisa disebut melanggar hukum dan pidana dengan tetap meminta Oesman mundur sebagai pengurus partai apabila ingin jadi calon senator.

“Kalau KPU jalankan putusan Bawaslu, maka KPU lakukan pelanggaran administrasi baru yaitu menerapkan sebuah aturan yagn tidak ada cantelan hukumnya. Putusan Bawaslu tidak sesuai putusan MK, tidak pula konsisten dengan PTUN. Padahal dalam memutuskan pelanggaran administrasi, Bawaslu harus berpedoman pada tata cara prosedur mekanisme yang diatur dalam undang-undang,” jelasnya.

Sebelumnya, kuasa hukum OSO melaporkan KPU atas dugaan pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu.

Gugum Ridho Putra sebagai kuasa hukum menilai KPU tidak menjalankan putusan PTUN dan MA yang membolehkan kliennya menjadi calon anggota DPD meski menjabat sebagai ketua partai.

Akar masalahnya, KPU enggan memasukkan Oesman sebagai calon senator karena tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari posisinya meski sudah diberi tenggat waktu yang diberikan. KPU kekeh meminta OSO tidak menjadi pengurus partai mengacu pada putusan MK.

Lalu, Bawaslu melalui sidang terbuka pada 9 Januari lalu meminta KPU segera melakukan perbaikan administrasi dengan mencabut Surat Keputusan nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan calon anggota dan membuat yang baru dengan memasukkan Oesman sebagai calon senator.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper