Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Oesman Sapta Odang alias OSO memberikan kesempatan kepada Komisi Pemilihan Umum untuk berpikir secara konstitusi.
Hal tersebut diungkapkannya terkait dengan status pencalonannya sebagai calon senator Dewan Perwakilan Daerah yang hingga saat ini masih menjadi polemik.
Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melanggar hukum, karena KPU tidak melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kita kan konstitusi harus berpegang pada hukum. Apa yang diperintahkan hukum ya dipatuhi. Kita kan negara hukum. Maka kita harus patuh kepada keputusan-keputusan hukum. Kalau tidak patuh apa artinya?” ujarnya di Jakarta, Senin (17/12/2018).
“Karena sekarang [KPU] sudah dibuktikan dia melanggar hukum. Bertentangan dengan Undang-Undan,” tambahnya.
OSO mengaku akan melakukan gugatan terhadap KPU karena dinilai telah melakukan pelanggaran terhadap hukum, namun dia engga untuk membicarakan gugatan yang akan dilayangkannya. “Waduh. Itu pengacara saya yang tahu,” ucapnya.
Baca Juga
Terkait surat KPU yang memberikan waktu hingga 21 Desember 2018 kepada OSO untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Hanura, OSO menegaskan bahwa dirinya tidak akan mundur dari jabatannya.
“Ya ngga bisa dong,” tegasnya.
Seperti yang diketahui, KPU sebelumnya membuat peraturan dan tertuang dalam PKPU nomor 26/2018 yang melarang pengurus partai jadi senator. Ini mengacu pada putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 tertanggal 23 Juli lalu menyatakan bahwa pengurus partai politik dilarang menjadi anggota DPD.
Tidak terima, Ketua Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang mendaftarkan diri sebagai caleg DPD melalukan uji materi terkait norma pencalonan anggota DPD ke MA dan telah dikabulkan sebagian. Kemudian, dalam Putusan nomor 65 P/HUM/2018, MA membatalkan pemberlakuan Pasal 60A PKPU nomor 26/2018
Tidak hanya sampai di situ, OSO menggugat PKPU di PTUN dan menang lagi. Majelis hakim beralasan putusan MK di tengah tahapan pencalonan pemilu harus berlaku prospektif atau tidak boleh berlaku surut, sehingga baru dapat berlaku di pemilu selanjutnya.