Bisnis.com, JAKARTA—PM Inggris Theresa May menunda pemungutan suara atau voting di parlemen terkait Kesepakatan Brexit dan akan mencari konsesi lain dengan Uni Eropa.
Tapi, UE menegaskan bahwa pihaknya menolak untuk merenegosiasi proposal yang telah disepakati pada bulan lalu. Kini, para pembuat kebijakan di Inggris semakin meragukan kemampuan May untuk mendapatkan dukungan.
Langkah mendadak dari May, kurang dari 30 jam sebelum Parlemen Inggris memberikan suara untuk Kesepakatan Brexit, kembali membuka ketidakpastian antara harapan tercapainya kesepakatan di menit-menit akhir atau bahkan referendum kedua.
“Jika kita tetap mengadakan voting besok (11/12/2018), kesepakatan itu akan ditolak oleh jumlah suara yang signifikan,” ujar May di hadapan Parlemen Inggris, mengacu pada kesepakatan yang dihasilkan dari negosiasi selama 18 bulan, seperti dikutip Reuters, Selasa (11/12/2018).
May yang mengakui bahwa Inggris telah mendapat kekalahan besar secara politik dan ekonomi sejak Perang Dunia II menyampaikan bahwa dia akan kembali menghadap UE untuk merundingkan masalah perbatasan Inggris dengan Irlandia, atau backstop.
Backstop adalah kebijakan yang menjamin tidak akan ada pembangunan ulang batas fisik di Pulau Irlandia jika hubungan dagang di masa depan tidak berjalan dengan baik.
Dalam pidatonya, May juga mempertanyakan apakah Parlemen Inggris tengah bermain-main dengan demokrasi masyarakat Inggris yang ingin meninggalkan UE.
Dia mengingatkan tanpa persetujuan Parlemen, Inggris dapat keluar dari UE dengan tanpa kesepakatan (no-deal Brexit) pada 29 Maret 2019.
Di sisi lain, UE merespons situasi tersebut dengan lebih tenang. Presiden Uni Eropa Donald Tusk menyampaikan bahwa dia terbuka untuk berdiskusi dan memperhalus upaya ratifikasi Kebijakan Brexit.
Namun, dia menegaskan, UE tidak akan merundingkan lagi isi Kesepakatan Brexit maupun masalah backstop Irlandia.
“Waktu semakin habis, kami harus membicarakan kesiapan kami untuk skenario no-deal Brexit,” kata Tusk.
Adapun kelanjutan Brexit akan dibahas dalam KTT UE pekan ini pada 13 sampai 14 Desember 2018.
Sebelumnya, May akan bertemu dengan PM Belanda Mark Rutte dan Kanselir Jerman Angela Merkel pada Selasa (11/12/2018).
Pound sterling pun langsung melemah ke level terendahnya sejak April 2017 menjadi US$1,2507 per dolar AS. Sebagai perbandingan, pound diperdagangkan sebesar US$1,5 pada hari referandum Brexit 2016. Sementara itu, yield obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun merosot ke level terlemahnya sejak akhir Agustus 2018.