Kabar24.com, JAKARTA — Perselisihan organisasi advokat dinilai hanya dapat diselesaikan bila pemerintah dan parlemen merevisi UU Advokat guna mengakomodasi kepentingan para praktisi pembela hukum.
Sampai saat ini, wadah tunggal organisasi profesi advokat yang tertuang dalam Pasal 28 UU No. 18/2003 tentang Advokat belum terealisasi. Kondisi ini diperparah dengan perpecahan organisasi profesi advokat yang mengklaim diri sebagai ‘single bar’.
“Menurut kami, solusi untuk mengatasi sengkarut ini adalah dengan melakukan perubahan UU Advokat,” ujar Ketua DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Bidang Organisasi Maheswara Prabandono dalam sidang uji materi UU Advokat di Jakarta, Senin (15/10/2018).
Maheswara berbicara sebagai pihak terkait dalam perkara permohonan pengujian UU Advokat di Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon perkara itu meminta MK memutuskan frasa ‘organisasi advokat’ yang tercantum dalam beberapa pasal beleid tersebut hanya dimaknai ‘Persatuan Advokat Indonesia’ atau Peradi.
Ikadin, kata Maheswara, menolak dalil pemohon karena merugikan eksistensi organisasinya kala menjalankan kewajiban profesi. Di sisi lain, dia mengingatkan MK pernah memberikan solusi dalam Putusan MK No. 101/PUU-VII/2009 agar Peradi dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) mengusahakan organisasi profesi tunggal.
Sayangnya, upaya tersebut gagal terwujud sehingga belum ada organisasi tunggal profesi advokat. Bahkan, Peradi dan KAI terpecah dalam beberapa kubu sehingga menyulitkan ketentuan wadah tunggal.
Berdasarkan catatan Peradi, permohonan uji materi UU Advokat yang teregistrasi dalam Perkara No. 35/PUU-XVI/2018 merupakan gugatan ke-20. Namun, perpecahan advokat terlihat semakin nyata dalam perkara tersebut.
Selain Ikadin, organisasi profesi advokat seperti KAI kubu Siti Jamaliah Lubis, KAI kubu Tjoetjoe S. Hernanto, dan Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari), menjadi pihak terkait yang kontra dengan permohonan uji materi.
Sebaliknya, Peradi kubu Fauzie Yusuf Hasibuan mendukung pengakuan lembaganya sebagai wadah tunggal organisasi advokat.
Ketua DPP Ferari Bidang Hubungan Antarlembaga Eben Ezer Sitorus menilai Peradi tidak tepat mengklaim sebagai organisasi profesi tunggal sebagaimana amanah Pasal 28 UU Advokat. Pasalnya, sampai batas waktu dua tahun sejak UU Advokat diundangkan, wadah tunggal advokat tidak terbentuk.
“Yang terjadi baru deklarasi memperkenalkan Peradi agar jangan sampai kewenangan organisasi diambil pemerintah karena belum ada kesepakatan dari delapan organisasi advokat,” katanya.
Lantaran telah melewati batas waktu, Eben menilai ketentuan Pasal 28 UU Advokat menjadi kedaluarsa. Dalam perkembangannya kemudian, muncul organisasi advokat lain seperti KAI yang menjadi pesaing Peradi.
“Lagipula, sudah jadi pengetahuan umum kalau Peradi saat ini ada tiga yakni kubu Juniver Girsang, Luhut M.P. Pangaribuan, dan Fauzie Yusuf Hasibuan. Tiga-tiganya sedang dalam sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” katanya.
Sekretaris Komisi Pengawas DPN Peradi Victor Nadapdap, yang mewakili kubu Fauzie Yusuf Hasibuan, sependapat dengan dalil pemohon agar kalangan advokat hanya memiliki satu organisasi profesi. Lagipula, menurutnya, Peradi telah dideklarasikan oleh delapan organisasi advokat pada Desember 2004 sehingga memenuhi ketentuan UU Advokat.
“Kami telah melakukan tugas dan fungsi organisasi profesi a.l. pengangkatan, permohonan pengambilan sumpah ke pengadilan tinggi, hingga menjatuhkan sanksi,” tuturnya saat memberikan keterangan sebagai pihak terkait.