Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pendalaman terhadap aset-aset milik Gubernur Jambi yang menjadi tersangka kasus gratifikasi, Zumi Zola.
Pada Kamis (24/5/2018), KPK memeriksa adik kandung Zumi Zola, Zumi Laza, sebagai saksi. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan tersebut merupakan upaya KPK untuk mendalami lebih jauh pengetahuan saksi tentang aset-aset dari tersangka, serta dugaan adanya penerimaan gratifikasi lain, temuan uang di vila milik Zumi Zola di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Zumi Zola pernah menjabat sebagai Bupati Tanjung Jabung Timur periode 2011-2015, sebelum terpilih menjadi Gubernur Jambi pada 2016.
"Untuk kasus di Jambi hari ini kita periksa satu orang saksi dengan nama Zumi Laza, adik dari Gubernur Jambi Zumi Zola. Kami mendalami lebih jauh terkait dengan pengetahuan saksi mengenai aset-aset dari tersangka ZZ dan dugaan penerimaan gratifikasi yang lain, termasuk juga dengan temuan uang di vila saat kita melakukan penggeledahan beberapa waktu yang lalu," papar Febri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Seusai diperiksa KPK, Zumi Laza langsung bergegas dan tidak memberi keterangan apapun terkait dengan proses pemeriksaan.
Komisioner KPK Basaria Panjaitan mengatakan yang tengah dilakukan KPK dalam kasus Zumi Zola saat masih dalam tahap penguatan bukti-bukti.
"Ya, sudah barang tentu setiap langkah-langkah yang dilakukan oleh penyidik KPK adalah memperkuat pembuktian terhadap tersangkanya. Itu dulu," ujar Basaria.
Seperti diketahui, pada Selasa (22/5/2018) KPK memeriksa Istri Zumi Zola, Sherin Taria. Sehari berikutnya, Rabu (23/5/2018) giliran Harmina Djohar, ibu tersangka KPK tersebut yang diperiksa oleh KPK.
Dalam pemeriksaan, baik Sherin maupun Harmina dimintai keterangan soal uang yang disita KPK dari vila keluarga di daerah Tanjung Jabung Timur, Jambi, pada akhir Januari lalu. Terkait dengan adanya kemungkinan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Basaria mengatakan ada kemungkinan kasus ini akan sampai di situ.
"Ini orangnya sudah ditetapkan Pasal 12 b juga, kemungkinan TPPU bisa saja, tapi nanti kalau memang ada dari hasil tersebut yang disimpan di pihak-pihak lain," ujar Basaria.
Adapun, di Pasal 12B ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001, pelaku gratifikasi akan dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun, dan, penjara paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar