Bisnis.com, JAKARTA -- Pertarungan para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Sulawesi Selatan berlangsung ketat.
Berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Tingkat kesukaan responden di Provinsi Sulawesi Selatan terhadap seluruh calon, baik itu calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah, yang berjumlah delapan orang tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok.
Adapun, delapan calon kepala daerah tersebut, adalah M. Nurdin Halid (70,7%), Abdullah Aziz Qahhar Muzakkar (77,3), Ichsan Yasin Limpo (74%), Agus Arifin Nu'mang (72,7%), M. Nurdin Abdullah (78,8%), Andi Musakkar (68,5%), Tanribali Lamo (69,5%), Andi Sulaiman S (71,2%).
Apabila dilihat dari tingkat elektabilitas, pasangan Nurdin Halid-Abdullah Aziz Qahhar Mudzakkar menempati urutan tertinggi dengan meraih 30,6% dari total 898 responden. Pasangan tersebut unggul dari pasangan M. Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Said yang meraih 21,2%, dan Ichsan Yasin Limpo-Andi Musakkar, 20,7%.
Jejak rekam Nurdin Halid yang pernah terjerat kasus korupsi ternyata tidak membuat tingkat elektabilitasnya rendah.
Menanggapi fenomena tersebut, peneliti CSIS Arya Fernandes mengatakan masyarakat pemilih di Indonesia merupakan tipikal pemilih yang mudah lupa.
Baca Juga
"Terutama karena beberapa kasus korupsi calon kepala daerah sudah sangat lama terjadi, dan juga karena aksi kampanye yang dilakukan secara masif oleh calon tersebut," papar Arya di Hotel Morissey, Jakarta, Minggu (13/5/2018).
Dihubungi terpisah, pakar komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan pemerintah perlu melakukan langkah-langkah yang mampu mendorong munculnya pemimpin-pemimpin dengan integritas tinggi.
"Tetapi Undang-Undang sampai saat ini masih membolehkan [pencalonan kepala daerah yang pernah terjerat kasus korupsi]," sambungnya.
Dia menambahkan, selanjutnya perlu ada langkah-langkah menuju dilakukannya amandemen pasal-pasal yang terkait dengan pencalonan kepala daerah.
Dalam Pasal 163 ayat 7 dan 8 UU 10/2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang selanjutnya disebut UU Pilkada, dinyatakan bahwa calon kepala daerah dengan status terpidana atau terdakwa tetap dapat dilantik sebagai kepala daerah.