Bisnis.com, JAKARTA — Sertifikasi tanah masyarakat di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai sudah berada di jalur yang tepat, tetapi redistribusi lahan masih berjalan lambat.
Sertifikasi dan redistribusi lahan merupakan skema program reforma agraria dalam rangka mempersempit ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia. Dari 9 juta hektare (ha) tanah objek reforma agraria selama 2014—2019, separuhnya berupa sertifikasi dan sisanya pembagian lahan.
Mantan Utusan Khusus Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan Harbrinderjit Singh Dillon berpendapat pemerintah sudah memiliki strategi dan langkah yang tepat untuk mempercepat sertifikasi tanah rakyat.
Dengan semakin banyak kepemilikan tanah secara legal, penjaminan sertifikat kepada bank guna mendapatkan modal pun tambah kencang.
“Tapi sertifikasi itu langkah awal dalam reforma agraria. Hakekatnya adalah pembagian lahan,” ujarnya usai konferensi pers Maklumat Akal Sehat di Jakarta, Rabu (25/4/2018).
Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional, sampai Agustus 2017 sertifikasi lahan mencapai 508.391 hektare (ha), sedangkan redistribusi lahan baru seluas 187.036 ha. Tahun ini, tanah seluas total 350.000 ha ditargetkan terdistribusi kepada rakyat.
Baca Juga
Dillon mengatakan redistribusi tanah mutlak digenjot untuk memperkecil ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia. Di satu sisi, dia menilai pemerintah selama 3 tahun ini berhasil mengerem alokasi lahan kepada konglomerasi. Bentuknya a.l. berupa moratorium pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan.
Di sisi lain, distribusi lahan kepada rakyat justru tidak signifikan. Padahal, rasio penguasaan lahan dapat meningkat manakala porsi tanah rakyat diperbesar.
Dillon tetap meyakini salah satu solusi untuk memperbesar porsi penguasaan lahan rakyat dengan cara memperbesar alokasi kemitraan lahan konsesi. Di setiap konsesi perkebunan kelapa sawit, misalnya, rakyat hanya dijatah 20% lahan sehingga perlu ditingkatkan menjadi 40%.
Di tempat terpisah, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan sertifikasi tanah pun belum sepenuhnya berjalan lancar.
Tahun lalu, dia mengklaim pemerintah membagikan sertifikat 5 juta bidang tanah, sementara pada 2018 ditargetkan sebanyak 7 juta bidang.
“Apa yang kurang untuk mensertifikasi lahan rakyat? Juru ukur kita tak punya [banyak],” katanya dalam acara AHP Business Law Forum di Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Darmin mengatakan juru ukur biasanya diambil dari lulusan perguruan tinggi bidang geodesi. Namun, proses mencetak diploma atau sarjana membutuhkan waktu 3-4 tahun. Guna mengakali hal tersebut, pemerintah mendesain pendidikan vokasi khusus juru ukur dengan rentang pendidikan 4 bulan.
“Tak perlu belajar sainsnya tinggi-tinggi. Yang penting tahu kalau luasnya segitiga, bagaimana cara ukurnya,” ujar mantan Gubernur Bank Indonesia ini.