Kabar24.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat menegaskan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP telah mencerminkan aspirasi hukum masyarakat Indonesia yang heterogen.
Anggota Komisi III DPR Teuku Taufiqulhadi meminta dunia internasional tidak mengintervensi pembahasan RKUHP di parlemen. Namun, dia mengakui bahwa Komisi III DPR pernah didesak 22 duta besar asal Uni Eropa untuk merevisi sejumlah pasal krusial dalam RKUHP.
Menurut politisi Partai Nasdem ini, mereka meminta pasal tindak pidana atas pelaku hubungan seks lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dihilangkan sesuai perspektif HAM masyarakat Barat. Namun, wakil rakyat tetap mempertahankan pasal LGBT demi menghormati masyarakat Islam Indonesia.
“Kami tidak mau karena persoalan ini negeri kami bubar. Kami pun mengingatkan 22 dubes Uni Eropa itu. Mereka sempat mengancam, kalau HAM tidak dipertimbangkan akan berefek pada ekonomi,” ujarnya kepada Anggota Parlemen Jerman Gyde Jensen yang dikutip dari keterangan resmi, Selasa (27/3/2018).
Selain isu LGBT, Uni Eropa juga menentang pemberlakuan pasal hukuman mati. Menjawab desakan ini, Taufiqulhadi mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia tidak sama dengan masyarakat Eropa yang homogen.
“Kami ada lebih dari 14 ribu pulau dengan latar belakang budaya yang sangat beragam dan puluhan agama besar dan kecil. Kami ingatkan, kami sedang membuat UU untuk rakyat Indonesia, bukan dunia. Itu harus dipahami," tuturnya.
Baca Juga
Terkait pasal perzinahan, Taufiqulhadi menjelaskan tindak pidana yang dilakukan di luar perkawinan itu merupakan delik aduan. Sepanjang tak ada pihak yang melaporkan, maka tak dikenai hukum seperti diatur dalam RKUHP.