Kabar24.com, JAKARTA — Pemilihan gubernur di Jawa Timur yang menjadi rangkaian pemilihan kepala daerah secara serentak pada Juni 2018 bakal menampilkan dua pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), PDI Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), berada dalam satu gerbong mengusung pasangan Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno.
Adapun Partai Golkar, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat, mundukung pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak.
Hal yang menarik dicermati, kedua pasangan calon gubernur, Gus Ipul maupun Khofifah berangkat dari kultur yang relatif sama. Keduanya merupakan keluarga Nahdlatul Ulama (NU) dan dekat dengan basis PKB.
Sebagai gambaran, PKB adalah penguasa suara dalam pemilihan legislatif pada 2014. Dari total kursi di DPRD Jatim, PKB menguasai 20 kursi, sedangkan PDIP 16 kursi, disusul Gerindra dan Demokrat masing-masing 13 kursi.
Melihat irisan pemilih antara Gus Ipul dan Khofifah yang hampir sama, daya tarik calon wakil gubernur bisa menjadi penentu. Keberadaan Puti Guntur Soekarno yang masih memiliki garis keturunan dari Presiden ke-1 RI, Soekarno, bisa menjadi penentu.
Tetapi itu semua harus dibuktikan oleh Puti Soekarno karena dirinya tidak memiliki ikatan konstituen dengan pemilih di Jatim. Sebagai anggota DPR, Puti berangkat dari daerah pemilihan Jawa Barat X.
Penempatan Puti sebagai wakil Gus Ipul, menggantikan A. Azwar Anas, bisa dikatakan merupakan bagian dari startegi untuk ‘mencuri’ suara dari kalangan perempuan.
Pada pemilihan presiden 2014, total pemilih di Jatim mencapai 30,63 juta. Dari total suara itu, pemilih perempuan paling dominan dengan jumlah 15,56 juta sedangkan pemilih laki-laki sebanyak 15,08 juta.
Dengan melihat peta koalisi dan sebaran pemilih, Pilgub Jatim dengan dua calon ini akan berlangsung ‘panas’. Bisa jadi, seperti pilgub sebelumnya yang putusannya berujung di meja Mahkamah Konstitusi.