Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi bersyukur Setya Novanto bisa menjalani persidangan kedua dengan baik tanpa dibumbui drama sakit sebagaimana sidang perdana.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan keadaan Novanto yang sehat bugar dalam sidang dengan materi pembacaan eksepsi, patut disyukuri dan berharap pada sidang-sidang selanjutnya, kondisi kesehatan yang prima bisa dipertahankan.
“Semoga jadi sinyal yang baik sehingga proses persidangan berjalan baik tanpa harus ada kejadian sakit dan perlu pemeriksaan dokter sehingga kita bisa fokus pemeriksaan pokok perkara,” paparnya, Rabu (20/12/2017).
Dia juga mengatakan bahwa dalam eksepsi yang dibacakan, tidak ditemukan hal baru karena alasan-alasan tersebut kerap diumbar ke publik oleh kubu Setya Novanto seperti terkait putusan praperadilan pada akhir September, seolah-oleh penyidikan kali kedua tidak sah.
“Selain itu mereka juga mempertanyakan mengapa yang melakukan penghitungan kerugian negara adalah BPKP bukan BPK. Padahal keputusan Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan bahwa KPK bisa bekerja sama dengan pihak manapun dalam melakukan penghitungan kerugian negara. Lagipula hakim dalam persidangan dengan terdakwa yang berbeda telah mengatakan bahwa kerugian negara memang Rp2,3 triliun,” urainya.
Dia juga mengatakan bahwa dalam dakwaan pada sidang perdana pekan lalu, penuntut umum fokus menguraikan tentang peran Setya Novanto yang berbeda dengan para tersangka terdahulu yakni Irman, Sugiharto maupun Andi Agustinus aliasn Andi Narogong.
“Nanti akan kami jawab pada persidangan minggu depan,” paparnya.
Pada sidang eksepsi , tim pengacara yang dipimpin Maqdir Ismail membacakan nota eksepsi. Mereka, menolak dakwaan penuntut umum bahwa Novanto menerima uang sebesar US$7,3 juta dan sebuah arloji seharga US$135.000.
Mereka juga menilai bahwa penuntut umum tidak cermat dalam melakukan perhitungan kerugian negara. Pasalnya, jika Setya Novanto didakwa menerima uang jutaan dolar AS tersebut maka tentunya jumlah kerugian negara melebihi Rp2,3 triliun. Namun, dalam dakwaan, nilai kerugian negara tersebut tidak berubah, sama seperti dalam dakwaan terhadap Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus, para tersangka lain dalam rangkaian korupsi ini.
Dalam dakwaan terhadap ketiga tersangka tersebut, penuntut umum memang tidak menguraikan perbuatan korupsi yang dilakukan oleh mereka telah menguntungkan Setya Novanto namun hanya mengurai beberapa peran politisi tersebut dalam mengatur penganggaran serta alokasi dana proyek.
Dalam eksepsi itu, tim pengacara juga menyinggung perihal beberapa nama politisi yang tidak disebut dalam dakwaan terhadap Setya Novanto. Padahal dalam dua perkara yang lain, nama-nama seperti Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey serta Yasonna Laoly disebut turut menerima aliran dana haram tersebut.
Olly yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara dikatakan menerima US$ 1,2 juta, Yasonna mendapatkan US$84.000 sementara Ganjar Pranowo disebut mendapatkan uang sebesar US$520.000.