Bisnis.com, JAKARTA – Revisi rencana perdamaian yang disuguhkan oleh First Travel masih membuat kecewa kreditur, khususnya para vendor.
Proposal kedua ini dianggap mengabaikan hak para vendor. Adapun First Travel (debitur) memiliki utang kepada vendor senilai Rp49,04 miliar.
Kewajiban itu meliputi utang kepada di hotel di Arab, katering, kargo dan sarana transportasi.
Iman, kuasa hukum salah satu vendor dari PT M2 Wisata Travel mengaku kecewa dengan proposal perdamain kedua.
Dia menilai hasil revisi tidak ada perbaikan malah memperburuk skema pembayaran kepada vendor.
“Revisi proposal ini malah bias dan tidak jelas. Lebih buruk dari yang pertama,” katanya dalam rapat kreditur, Selasa (3/10/2017).
Baca Juga
Pada proposal yang pertama, debitur menjanjikan utang vendor akan dibayarkan dengan cara mencicil selama setahun, terhitung sejak proposal perdamaian disahkan.
Namun, dalam revisinya, debitur akan mengansur pembayaran setiap kali keberangkatan jamaah. Dengan asumsi, vendor-vendor yang menjadi kreditur First Travel tetap menjadi mitra perusahaan dalam memberangkatkan jamaah.
“Ini kenapa debitur Pede [percaya diri] sekali ya kalau kami masih mau bekerja sama dengan mereka. Tolong lah skema pembayarannya yang benar saja,” ungkapnya.
Dia berharap utang ke vendor dibayar lunas dalam kurun setahun.
Selain kepada vendor, First Travel berutang kepada 59.801 jamaah sebesar Rp934,49 miliar.
Selanjutnya, First Travel memiliki kewajiban kepada pajak sebesar Rp314,83 juta, dan 96 karyawan yang gajinya belum dibayarkan senilai Rp645,32 juta.
Tagihan lainnya datang dari 89 mitra agen dengan bea senilai Rp16,54 miliar.
Total seluruh tagihan mencapai Rp1,002 triliun.