Bisnis.com, JAKARTA – PT First Anugerah Karya Wisata (dalam PKPU) atau First Travel telah merombak isi rencana perdamaian.
Perombakan ini dilakukan lantaran proposal pertama tidak memuaskan para kreditur. Sehingga, hakim pengawas meminta First Travel (debitur) untuk memperbaiki skema penyelesaian utang.
Dalam proposal kedua yang diperoleh Bisnis, debitur menuliskan poin-poin pengembalian utang.
Pertama, perusahaan akan berusaha sebaik-baiknya untuk mendapatkan investasi modal dari pihak ketiga, dalam kurun 5 bulan sejak proposal perdamaian berlaku efektif.
Kedua, untuk mendapatkan dana tambahan, debitur akan menjual aset-aset yang tidak produktif. Aset yang dimaksud ialah aset yang disita oleh Bareskrim Mabes Polri dan aset yang dipegang oleh pihak ketiga.
Dana investor akan digunakan untuk membayar utang pajak, utang jasa dan utang vendor.
Ketiga, utang pajak akan dibayarkan ketika perusahaan mendapatkan dana yang cukup. Dengan begitu, debitur meminta masa tunggu atau grace period selama setahun setelah perjanjian disahkan atau homologasi.
Keempat, utang jasa akan dibagi menjadi dua kategori yaitu memberangkatkan jamaah umrah dan mengembalikan uang (refund).
Pemberangkatan calon jamaah umrah akan dilakukan dengan sistem FIFO (First In, First Out) dengan ketentuan,
Calon jamaah yang dijadwalkan berangkat pada 2017 akan diterbangkan pada 2019, mulai Januari-Desember 2019.
Selanjutnya, calon jamaah yang dijadwalkan berangkat pada 2018 akan diterbangkan pada 2020, mulai Januari-Desember 2020.
Mengenai jumlah jamaah yang berangkat, akan dikomunikasikan antara debitur dan tim pengurus.
Debitur juga menjanjikan melakukan refund kepada calon jamaah. Dana akan dikembalikan secara bertahap kepada kreditur dimulai dari Januari 2020 sampai Desember 2020.
Kelima, utang kepada vendor akan dibayar dengan cara dicicil setiap kali keberangkatan jamaah. Debitur mengklaim vendor-vendor yang menjadi kreditur First Travel akan tetap menjadi mitra perusahaan dalam memberangkatkan jamaah.