Kabar24.com, JAKARTA — Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna mengingatkan bahwa jaminan kemerdekaan berserikat dan berkumpul tidak otomatis membuat setiap partai politik bisa menjadi peserta pemilihan umum.
“Harus dibedakan syarat mendirikan parpol atau syarat kepesertaan pemilu. Itu dua hal berbeda walaupun ada kaitan dengan kemerdekaan berserikat dan berkumpul,” ujarnya dalam sidang uji materi UU No. 7/2017 tentang Pemilu di Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Jawaban itu dilontarkan Palguna ke hadapan kuasa hukum Partai Indonesia Kerja (PIKA) selaku pemohon uji materi Pasal 173 Ayat 2 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan Pasal 173 Ayat 3. Klausul-klausul tersebut mencantumkan syarat kepengurusan parpol peserta pemilu dan verifikasi parpol baru.
Parpol peserta pemilu harus memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, sekurang-kurangnya di 75% kabupaten dan kota provinsi bersangkutan, dan minimal 50% kecamatan di kabupaten dan kota bersangkutan.
PIKA meminta agar syarat parpol peserta pemilu cukup memiliki badan hukum dan memenuhi transparansi keuangan.
Palguna menjelaskan MK pernah memutus perkara terkait syarat pendirian parpol dan kepesertaan pemilu. Meski demikian, dia menghormati gugatan PIKA dan meminta kuasa hukum memperkuat dalilnya.
“Kami akan nilai layak dipertimbangkan atau tidak. Anda tinggal meyakinkan MK masuk akal atau tidak,” ujarnya.
Kuasa hukum PIKA, Heriyanto, berpandangan syarat dalam UU Pemilu mengharuskan partai memiliki modal besar agar bisa berlaga dalam pemilu. Dia pun menolak argumen pemerintah bahwa semakin sedikit jumlah parpol maka pemerintah dalam sistem presidensial semakin efektif.
Heriyanto merujuk pada Effective Number of Parliament Parties (ENPP) atau jumlah efektif parpol di parlemen. ENPP merupakan formula matematis untuk mengukur jumlah partai relevan atau mempunyai kursi signifikan untuk mengambil keputusan di parlemen.
Semakin besar indeks ENPP maka parlemen semakin terfragmentasi sehingga keputusan semakin sulit mengambil keputusan. Heriyanto mencontohkan pada Pemilu 2009 diikuti 38 kontestan dengan sembilan parpol mendapatkan kursi sehingga indeks ENPP-nya sebesar 6,2%. Adapun, ENDP Pemilu 2014 sebesar 8,2% karena dari 12 parpol peserta pemilu terdapat 10 parpol yang mendapatkan kursi.
“Jadi bukan parpol peserta pemilu yang mempengaruhi keefektifan jalannya pemerintahan melainkan jumlah parpol yang mendapat kursi. Semakin sedikit jumlah parpol di parlemen semakin efektif jalannya pemerintahan,” kata Heriyanto.
Untuk itu, dia menilai peserta pemilu cukup diwajibkan berbadan hukum sehingga hak konstitusionalnya bisa terpenuhi. Namun, Heriyanto menggarisbawahi bahwa setiap parpol harus tetap menjunjung tingi asas transparansi.
“Seperti di Inggris , parpol harus punya rekening dan bisa diaudit,” tuturnya.
Permohonan PIKA diregistrasi di MK pada 14 September 2017 dengan nomor urut 73. Awalnya, gugatan itu dilayangkan bersama dengan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI). Namun, PPPI kemudian menarik gugatan tersebut sehingga kini PIKI menjadi pemohon tunggal.