Kabar24.com, JAKARTA — Selain tidak mencantumkan asas contrario actus, Undang-undang No.17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan juga memberikan pengertian ajaran terlarang secara sempit.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan dalam UU tersebut, pengertian tentang ajaran dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila dirumuskan secara sempit. Adapun ajaran yang dimaksud berupa atheisme, marxisme dan leninisme.
“Padahal sejarah membuktikan bahwa ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan dan bertentangan dengan Pancasila,” ujarnya, Rabu (12/7/2017).
Karena itulah, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perpu) No.2/2017 tentang perubahan atas Undang-undang (UU) No.17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Sementara itu, asas contrario actus berarti lembaga yang mengeluarkan izin atau yang memberikan pengesahan, adalah lembaga yang semestinya mempunyai wewenang untuk mencabut atau membatalkan izin tersebut.
Selain karena alasan itu, lanjutnya, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.13/PUU-VII/2009, Presiden bisa mengeluarkan Perpu atas dasar adanya situasi yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.
Baca Juga
“UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai dan kekosongan ini tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedural karena memerlukan waktu yang panjang,” paparnya.
Dari berbagai pertimbangan tersebut di atas, menurutnya, pemerintah perlu mengeluarkan Perpu ini dan berharap masyarakat bisa melihat tujuan penyusunan Perpu dengan lebih saksama dan bijak. Pasalnya aturan ini disusun demi menjaga persatuan, kesatuan dan eksistensi bangsa.