Kabar24.com, KUPANG - KPK diminta tidak meladeni DPR yang akan menggunakan hak angket.
Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tube Helan mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu meladeni DPR yang akan menggunakan hak angket.
"Menurut saya, demi tegaknya negara hukum, maka KPK jangan meladeni DPR dalam hak angket ini," katanya di Kupang, Rabu (3/5/2017).
Hak angket itu bermula dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa politisi Partai Hanura Miryam S Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam, yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Baca Juga
Tuba menjelaskan hak angket DPR hanya ditujukan kepada penyelenggaraan pemerintahan dan bukan kepada penegak hukum.
KPK, kata Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTT-NTB itu, adalah lembaga hukum sehingga DPR tidak boleh menggunakan hak angket untuk KPK dalam penanganan tindak pidana korupsi.
Tuba menyarankan agar DPR sebaiknya mengikuti jalannya proses persidangan dugaan korupsi e-KTP dibandingkan menggunakan hak angket.
"Sebaiknya mengikuti saja proses persindangan, karena itu jauh lebih elegan dan sesuai dengan instrumen hukum," katanya.
Dia menambahkan KPK memiliki hak untuk tidak membuka alat bukti pada siapa pun, termasuk kepada DPR, demi kelancaran penyidikan sebuah kasus.
Menurut dia, jika hak angket yang diajukan saat ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan DPR juga akan meminta membuka hasil pemeriksaan yang dilakukan KPK, dan mungkin kasus-kasus lain yang menyeret anggota DPR atau pimpinan partai politik.