Bisnis.com, JAKARTA - China menyerukan ketegangan di semenanjung Korea segera dihentikan, terutama setelah kapal induk AS memasuki wilayah perairan tersebut serta kekhawatiran uji coba senjata nuklir keenam Korea Utara.
China sebagai sekutu utama Korea Utara juga meminta ke masing-masing pihak untuk menahan diri dan mengadakan pembicaraan yang mengarah ke denuklirisasi semenanjung Korea.
"Kami menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dari provokasi dan ancaman satu sama lain, baik dalam kata-kata atau tindakan, dan tidak membiarkan situasi sampai ke tahap tidak terkendali," kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (15/4).
Kekhawatiran tersebut berkembang sejak munculnya pernyataan Presiden AS Donald Trump soal uji coba rudal dan nuklir Korea Utara, sebagai pelanggaran terhadap kesepakatan PBB dan sanksi internasional.
Amerika Serikat pun telah memperingatkan bahwa kebijakan " kesabaran" mereka berakhir. Sebagai tindak lanjut Wakil Presiden Mike Pence akan melakukan kunjungan ke Korea Selatan pada Minggu dan direncanakan jauh 10-hari perjalanan ke Asia.
Di lain pihak, Korea Utara mengecam Amerika Serikat yang membawa kapal induk bertenaga nuklir ke wilayah semenanjung Korea. Mereka pun siap untuk mengadakan serangan balik.
Baca Juga
"Tentara dan rakyat DPRK akan seperti biasa berani melawan orang-orang yang melanggar batas atas martabat dan kedaulatan DPRK dan akan selalu tanpa ampun merusak semua pilihan provokatif AS," kata pejabat militer Korut yang dukutip dari kantor berita Korut KCNA.
Adapun Korea Utara, secara teknis masih berperang dengan Korea Selatan setelah 1950-1953 konflik mereka berakhir dengan gencatan senjata. Pada beberapa kesempatan mereka melakukan peluncuran rudal atau uji coba nuklir bertepatan dengan peristiwa politik besar dan sering mengancam Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang .
AS sekutu dekat Korea Selatan memperingatkan setiap provokasi Korea Utara. "Ada pasti akan tindakan hukuman yang kuat yang akan sulit bagi rezim Korea Utara untuk bertahan," kata Kementerian Luar Negeri Korsel dalam sebuah pernyataan