Bisnis.com, JAKARTA Pemerintah diminta mengkaji hak cipta dijadikan jaminan fidusia atau memberikan kepastian nilai dari karya cipta dalam rangka pengembangan produk maupun kepercayaan akses keuangan.
Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI) Cita Citrawinda Prapantja mengatakan Indonesia belum memiliki standar yang jelas mengenai aturan hak cipta dijadikan jaminan fidusia. Jaminan fidusia sendiri dapat diartikan sebagai pendelegasian wewenang pengolahan produk dari pemilik produk kepada pihak yang didelegasi.
Menurutnya, dasar hukum sudah diatur dengan jelas di Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hanya saja, yang diamanatkan dalam UU ini membutuhkan penjabaran lebih lanjut, khususnya terkait dengan jaminan bagi bank sendiri untuk mendapatkan kepastian pengembalian dana yang telah dipinjamkan kepada pemilik hak cipta.
“OJK sepertinya belum masuk ke situ. Memang harus didorong kearah sana, dengan mendirikan lembaga khusus yang mampu menafsirkan nilai dari paten maupun hak cipta,” tuturnya kepada Bisnis.com, Selasa (21/3/17).
Dia mencontohkan dengan kejelasan nilai sebuah paten, akan mempermudah pemilik hak cipta melakukan pinjaman perbankan hingga aksi korporasi. Padahal, Indonesia yang memiliki banyak UKM, dengan produk kreativitasnya, memerlukan jaminan perbankan untuk terus berkembang, salah satunya dengan pemodalan.
“Kalau di Asean saya kira Singapura yang sudah paling siap. Bahkan, pelaku seni rupa kita banyak yang masuk sana,” tuturnya.
Dia menambahkan selain menyamakan standar dan kualitas peraturan kekayaan intelektual dengan internasional, implementasi dari beleid tersebut penting untuk dipercepat. Tak hanya tentang jaminan fidusia, Indonesia juga belum memiliki standar perlindungan paten jasad renik yang jelas.
Padahal, Indonesia memiliki banyak potensi genetika yang dapat dikembangkan. Untuk mengatur perlindungan paten jasad renik, Indonesia harus menghadirkan lembaga deposit jasad renik yang standarnya mengikuti internasional.
“Mungkin LIPI ada, tetapi untuk standarnya sepertinya belum mengikuti internasional,” tambahnya.