Kabar24.com,JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali diminta untuk membatalkan izin PT Semen Indonesia yang akan mendirikan pabrik di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, karena izin tersebut dianggap sebagai bentuk penyelundupan hukum.
Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), mengatakan penerbitan kembali Izin Lingkungan oleh Gubernur Ganjar Pranowo merupakan sebuah penyelundupan hukum yang bersifat destruktif terhadap ruang hidup masyarakat dan keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
“Pada prinsipnya putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung melarang penambangan dan pengeboran di atas Cekungan Air Tanah atau CAT," ujarnya, Kamis (16/3/2017).
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan masyarakat Kendeng terhadap Izin Lingkungan PT Semen Indonesia, dan memerintahkan pencabutan izin tersebut karena telah terbukti cacat substantif dan cacat prosedural.
Putusan ini dieksekusi secara sukarela oleh Gubernur Jawa Tengah, namun ternyata pencabutan Izin Lingkungan dan Izin Usaha PT Semen Indonesia yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah diikuti penyempurnaan Amdal lama dengan addendum Andal dan RKL-RPL.
Pada 2 Februari 2017, Komisi Penilai Amdal Provinsi Jawa Tengah menilai dan menyatakan adendum Andal dan RKL-RPL PT Semen Indonesia layak, yang diikuti dengan penerbitan kembali Izin Lingkungan.
Baca Juga
Destruktif
Dikatakan, sekalipun tindakan Gubernur Jawa Tengah ini secara formil-teknokratis tampak memenuhi perintah pengadilan, namun secara substantif bersifat destruktif terhadap ruang hidup masyarakat dan keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
Respons senada dituturkan oleh ahli hukum lingkungan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Andri G. Wibisana, yang memberi pendapat terkait pertanyaan hukum yang muncul dari tindakan Gubernur Jawa Tengah dalam menerbitkan kembali Izin Lingkungan,
“Pertanyaannya, bisakah izin lingkungan untuk PT Semen Indonesia diberikan di tempat yang relatif sama. Sepanjang pengetahuan saya, pada dasarnya putusan PK melarang ada tambang di karst yang disamakan oleh majelis hakim sebagai sumber air. Namun demikian, majelis tidak menutup kemungkinan adanya penambangan jika memang diperlukan sekali dan dilakukan dengan memperhatikan asas kehati-hatian dan kecermatan,” paparnya.
Seandainya memang kegiatan penambangan masih dimungkinkan, cara Pemprov Jateng membuat adendum Amdal dan menyetujui izin lingkungan dalam waktu singkat memang mencurigakan lantaran trkesan sangat teknokratis, padahal justru gaya teknokratis ini yang sepertinya sudah ditolak majelis dalam pertimbangannya.
Karena itu, ICEL mendesak Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi untuk segera menghentikan penyelundupan hukum yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah dengan menghormati dan melaksanakan putusan Mahkamah Agung dengan menghentikan operasi PT Semen Indonesia.
“Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri juga harus memberikan sanksi kepada Gubernur Jawa Tengah karena telah dengan sengaja melakukan penyelundupan hukum dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah, khususnya dalam kewenangan memberikan Izin Lingkungan,” papar Henri Subagiyo.