Kabar24.com, JAKARTA- Sebelum melakukan seleksi calon hakim konstitusi pengganti Patrialis Akbar, panitia seleksi terlebih dahulu meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menelusuri rekam jejak para pendaftar sehingga dapat terpilih seorang hakim yang berintegritas.
Ketua Panitia Seleksi Hakim Konstitusi Harjono mengungkapkan bahwa pihaknya sengaja bertandang ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (28/2/2017) untuk meminta informasi tentang rekam jejak para calon yang telah mendaftar. Sama seperti seleksi lembaga lain, menurutnya penelusuran rekam jejak sangat diperlukan sehingga panitia seleksi bisa mendapatkan calon yang benar-benar berintegritas.
Selain bertandang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), panitia seleksi juga akan menyambangi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan pengecekan rekam jejak transaksi keuamgam para pelamar.
“Sejauh ini sudah ada tiga nama yang mendaftar. Kami telah membuka pendaftaran sejak 22 Februari 2017sampai 3 Maret 2017,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan setelah proses seleksi selesai dilakukan dan terpilih seorang hakim konstitusi pengganti Patrialis Akbar, maka hakim tersebut akan menjabat selama lima tahun. Hal ini dikarenakan, Pasal 26 ayat 5 Undang-undang (UU) No.8/2011 tentang Mahkamah Konstitusi yang mengatur tentang pergantian antarwaktu telah dikaji dan dibatalkan oleh mahkamah tersebut.
“Dengan demikian, meski hakim yang baru nanti akan menggantikan hakim yang lama [Patrialis] masa jabatannya sampai lima tahun,” tuturnya.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra mengatakan bahwa proses seleksi dan gaji yang tinggi bukan merupakan obat yang mujarab dalam upaya membangun kembali kewibawaan Mahkamah Konstitusi (MK)pascakasus penyuapan baik yang menjerat Aqil Mochtar maupun Patrialis Akbar.
“MK hanya butuh para hakim yang memilki kenegarawanan, ujarnya.
Menurutnya, para hakim konstitusi jilid pertama telah membuktikan bahwa lembaga itu memiliki kewibawaan bukan lantaran berdasarkan proses seleksi yang ideal melainkan karena setiap hakim benar-benar membuktikan integritad mereka sebagai pengawal konstitusi.
“Hakim MK juga harus memiliki pandangan bahwa jabatannya adalah tanggungjawab demi negara, demi konstitusi, dan bermimpi menjaga marwah MK,” lanjutnya.
Lanjutnya, butuh waktu yang tidak singkat untuk mengembalikan citra, MK yang terlanjur tercoreng sehingga butuh energi ekstra untuk mengembalikan citra itu.
Dia mengatakan tugas MK saat ini selain mencari pengganti Patrialis dengan hakim yang memiliki kenegarawanan tinggi juga harus terbuka terhadap penanganan perkaranya. Kemudian, MK harus kembali membangun argumentasi yang kuat disetiap landasan putusannya, dan responsif terhadap potensi pelanggaran hak konstitusional.
“Dulu argumentasi dibangun melalui pemohon dengan hakimnya, dan sekarang pertarungan itu malah dimulai sejak hadirnya saksi ahli. Kemudian MK dulu itu responsif terkait perkara yang mendesak seperti saat Refly Harun mengajukan soal syarat memilih dengan KTP namun sekarang lamban seperti perkara izin cuti yang dimohonkan Basuki Tjahaja Purnama yang prosesnya panjang,” urainya.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi melihat kinerja MK cenderung menurun. Hal ini bisa dilihat selain dari perkara suap, juga karena ada penanganan perkara yang dianggap tidak konsisten bahkan terdapat perkara yang penanganannya berlarut-larut.
“Selain itu kehadiran hakim juga jadi sorotan sebab rata-rata dalam rapat pleno atau rapst permusyawaratan hakim hanya dihadiri tujuh hakim saja,” terangnya.
Karena itu, MK, menurutnya, harus dibenahi sejak proses rekrutmen hakim. Selain itu, perlu juga dilakukan pengawasan eksternal untuk menjaga marwah dan kewibawaan hakimnya tanpa dimaknai sebagai hubungan subordinat.