Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa, menilai dugaan penghinaan, penodaan, penistaan agama, bukan merupakan delik aduan, karena negara harus hadir untuk mengambil tindakan dan langkah selanjutnya sepanjang ada unsur-unsurnya dalam KUHP dan dibuktikan di pengadilan.
"Belajar agama bukan seperti pendidikan formal yang hanya beberapa tahun. Apalagi agama di Indonesia banyak dan ada kepercayaan juga," katanya dalam dengar pendapat umum Panitia Kerja RUU KUHP Komisi III DPR dengan perwakilan organisasi keagamaan Senin (6/2/2017). Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHP dipimpin oleh Ketua Panja, Benny K Harman, di Gedung MPR/DPR/DPD RI.
Pada rapat Panja RUU KUHP tersebut juga mengemuka usulan tentang perlunya perumusan definisi dari penghinaan, penistaan, dan penodaan dalam RUU KUHP dan menjadi hukum positif nantinya.
Sebelumnya, dikabarkan DPR 'terbelah' dipicu oleh perbedaan pendapat tentang aspek hukum dari orang yang diduga sebagai pelaku penondaan, penistaan dan penghinaan agama.
Pada rapat tersebut, anggota Komisi III DPR RI menyampaikan pandangan berbeda-beda dengan pertimbangan masing-masing sehingga terjadi perdebatan.
Ada yang mengatakan penistaan agama harus menjadi delik aduan yang masuk dalam usulan Bab VII RUU KUHP yang sedang dibahas.
Ada pula yang mengatakan menilai dugaan penghinaan, penodaan, penistaan agama, bukan merupakan delik aduan, karena negara harus hadir untuk mengambil tindakan dan langkah selanjutnya sepanjang ada unsur-unsurnya dalam KUHP dan dibuktikan di pengadilan.