Kabar24.com, JENEWA - Kalangan dokter pegiat Médecins Sans Frontières (MSF) mengecam kebijakan imigrasi Presiden AS Donal Trump yang melarang pengungsi dari negara Islam masuk ke negerinya.
"Perintah Presiden AS akan membuat warga terus terjebak dalam zona perang hingga nyawanya pun terancam," kata dokter dari MSF, Senin waktu setempat, seperti diberitakan Antara, Selasa (31/1/2017).
"Tertutupnya AS yang lama menjadi tujuan para pengungsi selama bertahun-tahun merupakan pelanggaran terhadap hak mendasar bahwa seseorang dapat melarikan diri dan mengungsi ke negara lain untuk menyelamatkan nyawanya," kata Jason Cone, direktur pelaksana MSF AS.
"Anggota kami di lapangan tiap hari melihat banyak orang putus asa mencari tempat tinggal yang aman saat terjebak di wilayah perbatasan yang ditutup dan kawasan konflik," katanya.
Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mengatakan, 4,9 juta warga Suriah mengungsi ke negara tetangga. Sementara itu sekitar satu juta warga melarikan diri ke Eropa dan enam juta lainnya terusir dari rumahnya di Suriah.
Trump dalam kampanyenya sempat mengkritisi kebijakan mantan presiden AS Barack Obama yang meningkatkan jumlah kuota pengungsi asal Suriah.
Ia mengatakan, kebijakan itu berisiko meningkatkan jumlah aksi teror di AS.
Sebanyak 25 ribu pengungsi telah ditampung di AS sejak Oktober hingga akhir tahun lalu dibantu UNHCR, kata badan PBB itu, Jumat.
Pemerintahan Trump melarang pemberian izin masuk bagi pengungsi asal tujuh negara berpenduduk mayoritas muslim.
Kebijakan itu ditentang banyak pihak, di antaranya politisi Partai Republik senior dan masyarakat.
Setidaknya puluhan ribu warga menggelar aksi protes di sejumlah kota besar AS.
Pemerintahan Trump, pada Minggu, mengatakan, pengungsi yang memiliki kartu khusus (green card) tidak akan dihalangi masuk AS.
Negara yang masuk daftar larangan pengungsi Trump di antaranya Suriah, Somalia, Sudan, Iran, Irak, Yaman, dan Libya.
UNHCR beserta Organisasi Migrasi Internasional (IOM) mengatakan, Sabtu, upaya menampung pengungsi di AS merupakan program penting yang harus tetap dilanjutkan.
Namun mereka memilih tidak mengkritisi kebijakan baru pemerintah AS itu. UNHCR dan IOM belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan, Senin.