Kabar24.com, JAKARTA – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memberikan catatan kritis atas kinerja DPR sepanjang 2016.
Meski lebih tenang ketimbang 2015, beberapa konflik internal masih terjadi di DPR.
Di antaranya seperti perebutan mitra kerja, perebutan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan, dan puncaknya jabatan ketua DPR.
“DPR memang seharusnya gaduh, tetapi bukan untuk mencari kekuasaan, melainkan gaduh dalam upaya memperjuangkan aspirasi rakyat,” ujar peneliti Formappi I Made Leo Wiratma di Kantor Formappi, Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Akibatnya, banyak energi dan waktu terbuang, sehingga mengurangi produktivitas DPR.
Seperti diketahui, perebutan mitra kerja antara Komisi VI dan XI memang sempat terjadi saat pembahasan penyertaan modal negara badan usaha milik negara (PMN BUMN).
Konflik itu bahkan menjadi salah satu penyebab Mahkamah Kehormatan Dewan memberikan sanksi ringan kepada mantan Ketua DPR Ade Komarudin.
Eskalasi kegaduhan, kata Leo, terjadi saat pengembalian jabatan ketua DPR kepada Setya Novanto pada 30 November 2016.
Hal ini merupakan sejarah baru bagi Indonesia, karena pertama kalinya sejak orde baru hingga reformasi terjadi dua kali perubahan ketua DPR.
Bahkan perubahan itu terjadi hanya di antara dua nama, yakni Ade Komarudin dan Setya Novanto.
Adapun sepanjang 2016, hanya 10 dari 51 atau 19,6% RUU dalam Prolegnas Prioritas 2016 yang dapat diselesaikan DPR.
Meski meningkat dibandingkan 2015, jumlah itu tentu masih jauh dari target Ade Komarudin pada awal 2015 untuk menyelesaikan setidaknya 33 RUU dalam Prolegnas Prioritas.