Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyatakan penetapan Gubernur Sultra Nur Alam sebagai tersangka baik dari penyelidik dan penyidik secara hukum dan fakta di lapangan sudah benar dan tidak bisa dipungkiri lagi serta tidak terbantahkan.
"Ini suatu sinyal bahwa apa yang dilakukan KPK mulai dari tahap penyelidikan penyitaan penggeledahan, termasuk pencekalan kemudian dinaikkan ke tahap penyidikan, sudah diuji secara hukum pada hari ini di PN Jakarta Selatan," katanya usai sidang akhir putusan praperadilan Nur Alam di PN Jakarta Selatan, Rabu (12/10/2016).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal I Wayan Karya telah menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Selain itu, kata dia, pertimbangan hukumnya juga sudah jelas, apa yang didalilkan oleh pemohon tidak dibenarkan dan tidak diterima.
"Ini berdasarkan ketentuan dalam UU KPK Nomor 30 tahun 2002 yang bersifat "lex specialis" (hukum yang bersifat khusus) dan merupakan penambah atau melengkapi apa yang ada di dalam KUHAP," ucap Setiadi.
Hakim Tunggal I Wayan Karya juga menilai penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sesuai peraturan yang berlaku.
"Penetapan tersangka sudah sesuai peraturan yang berlaku dan dua alat bukti permulaan yang dimiliki KPK untuk meningkatkan status Nur Alam sudah terpenuhi," katanya.
Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena didugamelakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.
Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.
Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.
KPK: Penetapan Tersangka Nur Alam Tidak Bisa Dipungkiri
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyatakan penetapan Gubernur Sultra Nur Alam sebagai tersangka baik dari penyelidik dan penyidik secara hukum dan fakta di lapangan sudah benar dan tidak bisa dipungkiri lagi serta tidak terbantahkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
41 menit yang lalu