Kabar24.com, JAKARTA - Tim pembela Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam menilai saksi ahli yang diajukan oleh penuntut umum KPK tidak kompeten.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan korupsi perizinan tambang di Sulawesi Tenggara dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi, Kamis (15/3/2018).
Dalam pledoi, Maqdir Ismail, pengacara Nur Alam mengatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan, Basuki Wasis, saksi ahli yang dihadirkan oleh KPK dalam melakukan penghitungan kerugian negara Rp2,7 triliun akibat pertambangan di Sulawesi Tenggara tidak dapat mempertanggungjawabkan laporannya.
“Banyak hal yang tidak akurat salah satunya menghitung kerugian negara ketika masa tambang sedang berlangusung. Padahal berdasarkan regulasi, penghitungan harusnya setelah masa tambang berakhir,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Basuki Wasis, lanjutnya, bahkan pernah dituntut oleh terdakwa lain dalam sebuah perkara korupsi karena perhitungannya dianggap salah. Dengan demikian, kubu Nur Alam menilai saksi ahli tersebut tidak kredibel namun tetap dijadikan rujukan oleh KPK.
“Atas dasar kesalahan melakukan penghitungan itulah Nur Alam telah melaporkan perbuatan melanggar hukum di Pengadilan Negeri Cibinong,” lanjutnya.
Baca Juga
Pihaknya juga menggugat kewenangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan kerugian negara. Pasalnya, berdasarkan sejumlah peraturan seperti UU (Badan Pemeriksa Keuangan), BPK, lembaga yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara adalah BPK.
Selain itu, menurutnya, kerugian negara yang digunakan oleh KPK adalah berdasarkan potential lost atau potensi kerugian dan bukan beradasarkan factual lost atau kerugian faktual. Lanjutnya, dalam putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perhitungan kerugian negara, terdapat ketentuan bahwa harus ada perhitungan kerugian secara nyata.
Pekan lalu, penuntut umum KPK menuntut Nur Alam dengan hukuman kurungan selama 18 tahun penjara. Dia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan mengeluarkan beberapa izin yakni Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.