Bisnis.com,JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menghadiri pertemuan tingkat menteri negara-negara pengirim pekerja migran yang tergabung dalam Colombo Process, di Colombo, Sri Lanka, 25 Agustus 2016.
"Colombo Process memiliki peran strategis dalam kerjasama dan koordinasi antarnegara-negara pengirim pekerja migran, agar terwujud migrasi yang fair, aman dan menguntungkan seluruh pekerja migran,” katanya lewat keterangan tertulis, Kamis (25/8/2016).
Colombo Process adalah forum konsultasi regional para menteri negara-negara pengirim tenaga kerja se-Asia yang sifatnya tidak mengikat. Anggota forum ini terdiri dari 11 negara, yakni Sri Lanka, Afghanistan, Bangladesh, Cina, India, Nepal, Pakistan, Filipina, Thailand, Vietnam dan Indonesia.
Sesuai dengan namanya, forum tersebut dibentuk di Colombo pada 2003. Selanjutnya pertemuan serupa dihelat di Manila Philipina (2004), Bali, Indonesia (2005), Dhaka, Bangladesh (2011), dan pertemuan di Colombo tahun ini merupakan pertemuan kelima.
Sebagai negara pengirim buruh migran yang besar, lanjut Hanif, Indonesia memandang forum ini sangat strategis untuk mendorong kerjasama internasional dalam memperbaiki perlindungan dan keahlian buruh migran, baik di negara pengirim maupun penerima buruh migran.
“Melalui forum ini, Indonesia akan menyampaikan beberapa usulan terkait perbaikan buruh migran serta menyampaikan beberapa praktik baik yang telah dilakukan terkait buruh migran di Indonesia,” ujarnya.
Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, saat ini Indonesia memiliki sekitar 6,1 juta pekerja migran yang tersebar di berbagai benua.
Pertemuan tahun ini mengambil tema “Migration for Prosperity: Adding Value by Working Together”. Acara dibuka Menteri Tenaga Kerja Luar Negeri Sri Lanka yang juga sebagai ketua Colombo Process, Thalatha.
Terdapat lima isu utama yang akan dibicarakan, yakni labour market analysis(analisa pasar kerja), skill and qualification recognition (ketrampilan dan pengakuan kualifikasi), promoting ethical recruitment(etika promosi perekrutan), pre departure orientation and empowerment (orientasi sebelum keberangkatan dan pemberdayaan), serta remittancess (remitansi).
Menurut Hanif, seluruh materi pembahasan sangat relevan dengan kondisi pekerja migran di Indonesia dan negara lain. Terkait pasar kerja, saat ini dibutuhkan informasi pasar kerja yang terkoneksi hingga distric level (kabupaten/kota). Dengan demikian, para calon pekerja di kabupaten/kota mengetahui dengan jelas kebutuhan pekerja migran secara detil terkait jenis pekerjaan, berapa yang dibutuhkan, spesifikasi dan sebagainya
“Sehingga negara dan calon pekerja bisa mempersiapkan calon pekerja dari aspek ketrampilan dan pengakuan sertifkasinya,” kata Hanif.
Sementara itu, terkait sertifikasi, Indonesia juga akan mendorong adanya pelatihan kerja dan sertifikasi yang diakui oleh negara penerima.
Adapun, terkait promoting ethical recruitment, forum akan membahas proses perekrutan pekerja migran harus dilakukan secara aman dan aksesibel. Selama ini di Indonesia sistem rekrut dilakukan dengan dua cara yakni melalui pelayanan langsung dan pelayanan online sehingga pekerja migran dapat memperoleh pelayanan secara maksimal. Para negara penerima buruh migran juga harus menjamin perlindungan terhdap buruh migran.
Dalam soal penempatan dan pemberdayaan buruh migran, Indonesia mengingatkan pentingnya persiapan bagi pekerja migran untuk lebih mengenal budaya dan hukum yang berlaku di negara tujuan, serta fokus pada pengiriman tenaga kerja di sektor formal.
Terakhir, terkait remitansi, dalam forum tersebut Indonesia juga akan mendorong adanya pembinaan bagi pekerja migran agar dapat memanfaatkan sisa dana yang mereka peroleh dapat dimanfaatkan bagi kelangsungan karya mereka melalui usaha-usaha yang akan dirintisnya.