Kabar24.com, JAKARTA--Langkah Partai Golkar mengkaji kembali undang-undang bidang politik dinilai tepat mengingat revisi tersebut bisa menghasilkan sistem kepartaian, sistem pemilu legislatif dan pilpres, serta penyelenggaraan pemilu yang jauh lebih baik.
Demikian dikemukakan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menanggapi adanya kritikan terkait praktik demokrasi di Indonesia akhir-akhir ini. Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto sebelumnya menginginkan agar UU bidang Politik yang akan dibahas di DPR lebih baik daripada yang sebelumnya.
Menurut Siti Zuhro, Partai Golkar sudah memulai langkah yang bagus dengan memperbaiki UU Bidang Politik (UU Pilpres, UU Parpol, UU MD3.
Namun demikian, dia menegaskan bahwa perbaikan tersebut harus dikaitkan dengan realitas bahwa demokrasi di Indonesia sedang dalam proses menuju kematangan. Menurutnya, proses itu berlangsung secara regular, kontinu dan terukur dan ditandai dengan peningkatan kualitas demokrasi.
Menurutnya, ada dua poin penting yang harus dipertimbangkan Golkar dalam merevisi UU Politik. Pertama, pengalaman empirik sejak 1999 yang menunjukkan bahwa praktik sistem presidensial tidak dilakukan secara konsisten dan cenderung menerapkan sistem gado-gado yang lekat dengan sistem parlementer.
"Hak prerogatif eksekutif sebagian diambil oleh legislatif seperti penentuan komisi-komisi dan pimpinan lembaga yang seharusnya di bawah otoritas presiden langsung. Ini kendala serius,” ujarnya.
Kedua, Indonesia sudah saatnya melaksanakan pemilu serentak tingkat nasional yang diikuti oleh pemilu lokal serentak pada tingkatan provinsi. Model tersebut, ujarnya, memiliki kekuatan adanya kaitan hasil antara eksekutif dan legislatif serta keserasian hubungan antara eksekutif pada tingkatan pusat dan daerah.
"Model ini ideal yang mungkin dilaksanakan di Indonesia. Persiapan, penyelenggaraan dan penghitungan hasil pemilu relatif lebih mudah dikelola," katanya.
Sementara itu, Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Veri Junaedi mengatakan bahwa Partai Golkar perlu mempertimbangkan kemungkinan menggabungkan UU Pemilu legislatif dan Presiden. Selama ini, ujarnya, dua aturan itu berbeda sehingga merepotkan
“Untuk keserentakan kedepan perlu satu undang undang pemilu saja,” ujarnya, Rabu (10/8/2016).
Selain mengidentifikasi isu krusial seperti sistem proporsional terbuka yang perlu dipertahankan untuk mengantisipasi persoalan politik uang, Partai Golkar juga perlu memperhatikan mekanisme keserentakan antara pemilu legislatif dan pemilu presiden.
"Ini kaitannya dengan mekanisme pencalonan. Siapakah partai yg bisa mencalonkan Presiden dan wakil Presiden. Atau terkait kepesertaan pemilu," ujarnya. Dia menambahkan bahwa soal penegakan hukum dan harmonisasi mekanisme pemilu yang sekarang berbeda beda juga perlu mendapat perhatian.