Bisnis.com, JAKARTA - Kerusakan lingkungan hidup dan kehutanan akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 2015 ternyata menimbulkan dampak yang sangat massif.
Kebakaran ini berdampak terhadap sektor perekonomian, kesehatan, perhubungan, pendidikan dan sektor kehidupan lainnya. Kejadian ini bukan hanya disebabkan faktor alam semata, namun juga disebabkan oleh faktor manusia, baik secara perorangan maupun secara korporasi.
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Muhammad Hatta Ali menyatakan persoalan-persoalan lingkungan hidup muncul disebabkan oleh lemahnya substansi, struktur dan kultur hukum lingkungan hidup yang ada. Lemahnya substansi hukum ditandai dengan masih banyaknya ketentuan peraturan perundang-undangan yang multi tafsir.
Lemahnya struktur hukum diindikasikan oleh masih kuatnya kebijakan yang pro investasi, tapi merugikan perlindungan fungsi lingkungan hidup termasuk belum satunya pemahaman, persepsi maupun langkah gerak di antara para pemangku kepentingan lingkungan hidup termasuk penegak hukum.
"Sedangkan lemahnya kultur hukum diindikasikan oleh lemahnya tingkat ketaatan pelaku usaha dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup," paparnya, dikutip dari siaran pers UNDP REDD+ yang dilansir Kamis (28/7/2016).
Dia menambahkan secara substansi Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup didesain untuk merespon kelemahan undang-undang sebelumnya dan perkembangan lingkungan hidup ke depan serta isu-isu yang terkait perubahan iklim dan keanekaragaman hayati.
Ketua Mahkamah Agung menjelaskan pendidikan dan pelatihan hakim lingkungan hidup ini dilandasi pemikiran bahwa pengadilan sebagai salah satu instrumen penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk memastikan penegakan hukum lingkungan hidup dan sumber daya alam berjalan di Indonesia.
Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus oleh institusi pengadilan yang memahami urgensi dan signifikansi perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alam dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas penanganan perkara lingkungan hidup di pengadilan sebagai bagian dari upaya perlindungan lingkungan hidup dan pemenuhan rasa keadilan.
Pada kesempatan yang sama, Christophe Bahuet Country Director UNDP Indonesia menyampaikan pendidikan dan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup bagi para hakim ini akan memberikan kontribusi dengan meningkatkan kapasitas hakim untuk mengawasi proses hukum atas kejahatan kehutanan dan sumber daya alam.
"Namun lebih banyak upaya diperlukan untuk memastikan bahwa semua hakim di Indonesia disertifikasi dan ini harus menjadi tujuan kita bersama”.
Lebih lanjut, Bahuet berpendapat sertifikasi tersebut membuat para hakim lebih siap untuk memberikan putusan mereka, dan juga membuat keputusan mereka lebih mungkin untuk diterima oleh masyarakat.
“Di bawah REDD+, UNDP telah aktif bekerja sama dengan lembaga-lembaga kunci, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kerja sama ini telah ditingkatkan setelah kebakaran hutan dan lahan tahun lalu, yang menimbulkan kerugian ekonomi, lingkungan dan manusia yang tinggi,” ungkap Christophe Bahuet.
Dalam kesempatan ini pula, Takdir Rahmadi, Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung mengungkapkan sekitar kurang lebih 8.000 hakim di Indonesia, lebih banyak untuk bidang-bidang seperti tindak pidana korupsi, perikanan atau maritim, niaga, anak, dan lainnya.
Sementara baru 403 hakim yang bersertifikasi lingkungan atau 5% dari jumlah hakim. "Dengan sumber dana yang terbatas, kami terus melatih mereka, untuk ke depan, kami utamakan menambah hakim bersetifikasi lingkungan, minimal dialokasikan dana melalui anggaran Mahkamah Agung untuk 80 hakim setiap tahun”.
Takdir mengharapkan dengan adanya kerja sama Mahkamah Agung dengan UNDP melalui REDD+ yang didukung Pemerintah Norwegia akan menambah 164 hakim yang bersertifikat lingkungan hidup setelah lulus mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi hakim lingkungan hidup.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam dua gelombang yaitu; gelombang pertama dilaksanakan pada 27 Juli hingga 6 Agustus 2016, dan gelombang kedua dilaksanakan pada 18-31 Agustus 2916.